Kairo, Gontornews — Amnesty International mengatakan, ratusan warga Mesir telah diculik dan disiksa oleh dinas keamanan negara itu sebagai bagian dari tindakan represif kepada para pembangkang sejak awal 2015.
Sebuah laporan yang dirilis pada hari Rabu (13/7) oleh pemantau hak asasi manusia yang berbasis di Inggris mengungkapkan, tren penghilangan warga di tangan negara, itu menargetkan mahasiswa, aktivis politik dan pengunjuk rasa, termasuk anak-anak berumur 14 tahun.
“Penghilangan Paksa telah menjadi instrumen utama kebijakan negara di Mesir. Siapa pun yang berani berbicara berisiko,” kata Direktur Amnesty Timur Tengah dan Afrika Utara, Philip Luther, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (13/7).
Dalam sebuah pernyataan di halaman Facebook resminya, Rabu, Kementerian Luar Negeri Mesir membantah laporan Amnesty itu. Kemenlu Mesir menilai laporan Amnesty itu bias dan sarat dengan agenda politik. “Setiap pembaca yang objektif dapat mengetahui bahwa laporan organisasi itu tergantung pada sumber yang mencerminkan pendapat satu sisi dan orang-orang yang memusuhi Pemerintah Mesir.â€
Pemerintah Mesir sebelumnya telah mengakui ada beberapa kasus atau insiden yang melanggar prosedur. Namun mereka yang ‘menyalahgunakan kekuasaannya’ itu telah dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Mengutip laporan LSM Mesir, Amnesty mengatakan rata-rata tiga sampai empat orang telah menghilang setiap hari di Mesir.
Sementara itu Dewan Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM Mesir) pada 3 Juli lalu telah mengungkap 266 kasus penghilangan paksa oleh Kementerian Dalam Negeri antara April 2015 sampai akhir Maret 2016.
Wael Abbas, seorang blogger Mesir mengatakan kepada Al Jazeera dari ibukota Mesir, Kairo, organisasi (LSM) hak asasi manusia di negara itu menjadi sasaran. “Mereka telah membekukan aset dari banyak LSM di Mesir. Mereka telah melarang para aktivis mengelola LSM, mencekal dan bahkan membekukan rekening banknya,” kata Abbas.
“Kami melihat polisi menghentikan orang-orang di jalan-jalan dan di metro. Polisi lalu meminta orang itu untuk menyerahkan ponselnya dan kemudian memeriksa akun Facebooknya. Jika mereka menemukan tulisan anti-rezim, maka mereka menangkapnya.â€
Laporan Amnesty telah mendokumentasikan 17 kasus, termasuk lima anak-anak, yang telah menghilang selama periode antara beberapa hari sampai tujuh bulan. Salah satunya, gadis berusia 14 tahun yang pada bulan September telah mengalami “pelecehan mengerikan”, termasuk “berulang kali diperkosa dengan tongkat kayu agar membuat pengakuan palsu”.
Sementara warga Mesir lainnya ditutup matanya, diborgol, dipukuli secara brutal, tubuhnya disetrum dan diskors telanjang dengan pergelangan tangan dan pergelangan kaki diikat selama berjam-jam.
Amnesty juga mengkritik Pemerintah Eropa dan AS yang enggan mengkritik kondisi hak asasi manusia yang memburuk di Mesir. Mereka bahkan membabi buta menyediakan peralatan keamanan dan peralatan polisi ke Mesir.
Tindakan represif terhadap perbedaan pendapat telah meningkat di Mesir sejak Panglima Angkatan Bersenjata Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengkudeta Presiden Mesir yang juga pemimpin Ikhwanul Muslimin Muhammad Mursi, Juli 2013. [Rusdiono Mukri]