Halal merupakan istilah bahasa Arab dalam agama Islam yang berarti “diizinkan” atau “boleh”. Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering digunakan untuk merujuk kepada produk yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut Islam. Namun, dalam konteks yang lebih luas terminologi halal merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan menurut hukum Islam (aktivitas, tingkah laku, cara berpakaian dan sebagainya).
Di Indonesia, sertifikasi kehalalan produk pangan ditangani oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara khusus Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia. Halal ada dua, yaitu halal zatnya dan halal cara memperolehnya. Berikut ini penjelasan tentang keduanya. Halal zatnya, berarti makanan dan minuman tersebut memang berasal dari yang halal. Seperti daging sapi, ayam, dan sayur. Allah Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Terlalu banyak bahkan hampir semua jenis makanan adalah halal dan dapat dikonsumsi.
Sebaliknya terlalu sedikit jenis makanan yang diharamkan yang tidak boleh dikonsumsi. Hikmah pelarangan tersebut jelas Allah yang Maha Mengetahui. Adapun kebaikan dari adanya larangan tersebut jelas untuk kepentingan dan kebaikan bagi manusia itu sendiri. Di antaranya, sebagai penguji ketaatannya secara rohaniah melalui makanan dan minumannya dan agar manusia tahu atau mau bersyukur. Bangkai, darah dan babi secara tegas diharamkan oleh Allah.
Selanjutnya semua binatang yang mati tidak melalui proses penyembelihan hukumnya haram, disamakan dengan bangkai. Termasuk binatang yang mati dalam pengangkutan sekalipun baru sebentar, tidak boleh ikut disembelih dan dikonsumsi oleh manusia. Halal cara memperolehnya, berarti makanan atau minuan yang dikonsumsi diperoleh dengan cara yang sah dan dibenarkan menurut syarak, seperti yang diperoleh melalui berdagang, bertani, saling memberi sesama, dan lain sebagainya.
Menurut Islam, hukum asal semua makanan dan minuman adalah halal, kecuali apabila agama menyatakan haram. Dengan kata lain, sema jenis makanan halal dikonsumsi, kecuali ada ayat al-Qur’an dan Hadis yang menyatakan haram. Seorang Muslim yang taat sangat memperhatikan makanan yang dikonsumsinya. Makanan yang halal tetapi bila diproses dengan cara yang tidak halal, maka menjadi haram.
Memproses secara tidak halal itu bila dilakukan: Penyembelihan hewan yang tidak dilakukan oleh seorang Muslim, dengan tidak menyebut atas nama Allah dan menggunakan pisau yang tajam. Penyembelihan hewan yang jelas-jelas diperuntukkan atau dipersembahkan kepada berhala (sesaji). Karena darah itu diharamkan, maka dalam penyembelihan, darah hewan yang disembelih harus keluar secara tuntas, dan urat nadi lehar dan saluran nafasnya harus putus dan harus dilakukan secara santun, menggunakan pisau yang tajam. Daging hewan yang halal tercemar oleh zat haram atau tidak halal menjadi tidak halal. Pengertian tercemar disini bisa melalui tercampurnya dengan bahan tidak halal, berupa bahan baku, bumbu atau bahan penolong lainnya. Bisa juga karena tidak terpisahnya tempat dan alat yang digunakan memproses bahan tidak halal. Adapun ikan baik yang hidup di air tawar maupun yang hidup di air laut semuanya halal, walaupun tanpa disembelih, termasuk semua jenis hewan yang hidup di dalam air.
Selain yang tersebut di atas, ada beberapa jenis binatang yang diharamkan oleh sementara pendapat ulama namun dasarnya masih mengundang perbedaan pendapat. Semua jenis minuman yang memabukkan adalah haram. Termasuk minuman yang tercemar oleh zat yang memabukkan atau bahan yang tidak halal. Yang banyak beredar sekarang berupa minuman beralkohol. Kebiasaan mabuk dengan meminum minuman keras itu rupanya sudah ada sejak lama dan menjadi kebiasaan oleh hampir semua bangsa didunia.
Pada zaman nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab juga mempunyai kebiasaan ini. Nabi memberantas kebiasaan jelek ini secara bertahap. Pertama, melarang orang melakukan shalat selagi masih mabuk (QS 4:34). Berikutnya menyatakan bahwa khamr atau minuman keras itu dosanya atau kejelekannya lebih besar dari manfaatnya atau kebaikannya (QS 2:219). Terakhir baru larangan secara tegas, menyatakan bahwa minuman keras itu adalah perbuatan keji, sebagai perbuatan setan, karena itu supaya benar-benar dijauhi (QS 5:90). Islam memberikan tuntunan agar orang Islam hanya makan dan minum yang halal dan thoyyib, artinya makanan yang sehat secara spiritual dan higienis.
Mengonsumsi makanan yang diperoleh dengan cara yang tidak halal berarti tidak halal secara spiritual akan sangat berpengaruh negatif terhadap kehidupan spiritual seseorang. Darah yang mengalir dalam tubuhnya menjadi sangar, sulit memperoleh ketenangan, hidupnya menjadi beringas, tidak pernah mengenal puas, tidak pernah tahu bersyukur, ibadah dan doanya sulit diterima oleh Tuhan.
Keberadaan manusia di dunia ini dikehendaki oleh Allah SWT sebagai penciptanya. Allah telah memberlakukan aturan-aturan bagi makhluk-Nya, termasuk manusia. Salah satu aturan-Nya ialah manusia dapat bertahan hidup karena makan, minum dan bernafas. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa manfaat dihalalkannya makanan atau minuman antara lain seperti berikut: manusia dapat bertahan hidup di dunia sampai batas yang ditentukan Allah, manusia dapat mencapai ridha Allah dalam hidup, manusia dapat memiliki akhlak karimah karena makanan dan minuman halal mempengaruhi watak dan perangai manusia, manusia dapat terhindar dari akhlaq mazmumah. Selain itu, makanan yang halal dan baik bertujuan untuk menjaga kesehatan baik jasmani maupun rohani kita.
Makanan yang halal juga harus memenuhi unsur yang tidak mengandung bahan-bahan kimiawi seperti pewarna dan pengawet. ”Dan makanlah makanan yang halal dan baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah.” (QS al-Maidah:88).
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.’’ (QS al-Baqarah; 168)
Ayat di atas menjelaskan tentang penting mengkonsumsi makanan yang halal, baik dan berkualitas. Dalam ayat lain Allah memerintahkan supaya dalam mengonsumsi makanan haruslah memenuhi kebutuhan tubuh dan tidak berlebih-lebihan.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dam minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak meyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS al-A’raf;31)
Makanan yang halal pada hakikatnya adalah makanan yang didapat dan diolah dengan cara yang benar menurut agama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan makanan yang baik dapat dipertimbangkan dengan akal dan ukuran kesehatan. Artinya makanan yang baik adalah makanan yang berguna bagi tubuh dan tidak membahayakan dilihat dari sudut pandang kesehatan.
Makanan yang baik lebih bersifat kondisional tergantung situasi dan kondisi manusia. Walaupun makanan itu halal secara agama tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan akan menimbulkan penyakit. Kesadaran umat Islam dalam mengonsumsi dan menggunakan produk halal saat ini cukup tinggi. Beberapa penelitian atau survei pasar, terutama di pasar produk halal, terlihat bahwa pasar global untuk produk halal terus tumbuh dan berkembang. Keadaan ini didorong oleh meningkatnya konsumsi di negara muslim besar seperti Indonesia.
Kehalalan makanan dan sebuah produk adalah hal yang sangat penting bagi umat Islam. Selain itu, Islam juga mengharuskan dalam memilih makanan di samping halal adalah baik. Baik itu membantu konsumen untuk memastikan bahwa makanan mempengaruhi status kesehatan mereka. Kesadaran menggunakan kosmetik dan produk farmasi yang memenuhi persyaratan halal juga sekarang makin meningkat.
Gaya hidup halal menjadi kebutuhan setiap muslim di semua aspek kehidupan. Selain itu, gaya hidup halal juga menjadi syiar gaya hidup sehat dan berlandas nilai-nilai kebaikan. Banyak nilai Islam yang dinilai universal dan tidak berseberangan dengan banyak pihak, termasuk Barat. Di sisi lain, saat ini gaya hidup halal bukan lagi hanya monopoli Muslim dan agama tertentu saja. Gaya hidup halal tersebut sudah menjadi tren masyarakat dunia. Mulai dari pangan dan produk halal seperti pangan, pariwisata halal, mode, keuangan, fesyen, kosmetik, kesenian, budaya dan obat-obatan halal sudah menjadi perhatian masyarakat internasional.[]