Jakarta, Gontornews — Ketua PP Muhammadiyah Syafiq Mughni menjelaskan, Muhammadiyah bertujuan mengokohkan agama Islam dan mewujudkan masyarakat Islam yang sejati. Hal tersebut merupakan esensi dari ideologi Muhammadiyah.
Syafiq mengatakan, dalam upaya mewujudkan ideologi tersebut, Muhammadiyah memperjuangkannya melalui jalur politik kebangsaan di bawah bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peran politik kebangsaan juga menjadi bagian dari perjuangan Muhammadiyah. Peran politik kebangsaan Muhammadiyah bukan dengan cara memilih salah satu partai politik.
“Politik bukan dalam makna itu, tetapi dalam makna bangunan dalam sebuah negara atau entitas yang dibangun oleh salah satunya adalah Muhammadiyah,” ujar Syafiq dalam Dialog Ideopolitor di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta, dikutip laman resmi Muhammadiyah, Senin (8/5/2023).
Dalam rangka mencapai tujuan perjuangan itu, Muhammadiyah merumuskan Indonesia sebagai Negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah. Tujuan dari rumusan tersebut adalah membangun negara Pancasila yang kuat dan sehat sebagai tempat mewujudkan ideologi Muhammadiyah.
Syafiq menambahkan, Muhammadiyah juga memperjuangkan cita-cita politik luhur dengan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam serta mewujudkan masyarakat Islam yang sejati melalui organisasi yang terstruktur.
Muhammadiyah memandang negara atau bangsa yang adil dan sejahtera harus didasarkan pada prinsip Pancasila yang sejalan dengan masyarakat Islam yang sejati. Pandangan ini membedakan Muhammadiyah dari gerakan Islam lain yang mendukung terbentuknya negara Islam.
“Muhammadiyah dikembangkan menjadi organisasi yang berperan dalam sebuah modern nation state yang berdasarkan pancasila,” ujar Syafiq.
Bukan Kendaraan Politik Praktis
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengajak kader mempertahankan marwah organisasi. Pandangan tersebut sejalan dengan kepribadian Muhammadiyah yang memilih fokus sebagai gerakan dakwah Islam daripada terlibat langsung dalam politik praktis.
“Muhammadiyah pada level pimpinan, AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah), AUM (Amal Usaha Muhammadiyah), dan kader ekstra perlu mempertahankan benteng marwah organisasi. Tidak menjadi bagian kepentingan politik dan korporasi yang oportunis-pragmatis,” ujar Busryo dalam Dialog Ideopolitor.
Sejak awal berdiri, Muhammadiyah telah fokus pada bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, dan tidak menjadi organisasi politik. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah yang bertujuan untuk menyebarkan dan memajukan ajaran Islam melalui pembinaan masyarakat, bukan melalui partai politik atau perjuangan politik-kekuasaan. Muhammadiyah sebagai organisasi besar harus dijaga marwah dan keberadaannya secara hati-hati dan bijaksana.
Busyro menekankan pentingnya memperkuat basis gerakan keilmuan Islam yang bersifat profetik dan advokatif dalam bingkai keadaban. Kesadaran profetik berarti para kader Muhammadiyah harus memiliki nilai humanisasi yang menjunjung tinggi martabat manusia, pembebasan dari segala bentuk penindasan, dan hubungan yang kuat dengan Tuhan.
Dia mendorong setiap kader Muhammadiyah memperkuat karakter memberi lebih mulia dari pada meminta dan menyalahgunakan amanat. Menyalahgunakan amanat hanya akan menghasilkan kerugian dan mengurangi kemaslahatan. Lebih baik fokus pada gerakan kader profesional untuk advokasi kemanusiaan dan kebangsaan dengan pendekatan yang berlandaskan pada nilai-nilai insani dan ihsaniyah.
“Perlu mekanisme institusional untuk gerakan pencegahan dan penindakan penyimpangan wasiat KH Ahmad Dahlan: ‘tidak menjadikan Muhammadiyah sebagai batu loncatan kepentingan politik dan bisnis sesaat-niradab’,” kata Busyro merekoomendasikan. [Fath]