Gontornews — Nama Kapten Kyai Ilyas tak asing bagi warga Lumajang. Sosok guru ngaji yang dermawan ini adalah pejuang yang punya andil dalam kemerdekaan Indonesia. Meski namanya tidak tercatum dalam jajaran Pahlawan Nasional. Namun di momentum Hari Pahlawan ini, sudah ada upaya dari sejumlah elemen, agar Kyai Ilyas juga diakui sebagai Pahlawan Nasional.
Sejarah mencatat, Ia adalah sosok pemberani sekaligus penggerak di balik perjuangan para pasukan dalam mengusir penjajah dari tanah Lumajang. Pada tanggal 21 Juli 1947 merupakan awal dilaksanakannya Agresi Militer Belanda I di Indonesia.
Saat itu, pasukan Marinir Belanda berhasil mendaratkan kapalnya di Pantai Pasir Putih Situbondo dan Pantai Meneng Banyuwangi. Sejak itu pula pasukan Belanda terus menduduki wilayah Jawa Timur bagian Timur, termasuk Lumajang.
Kedatangan pasukan Belanda sempat dihadang oleh warga di perbatasan Lumajang – Probolinggo. Akan tetapi usaha ini tidak berarti bagi pasukan Belanda, sehingga dengan mudah dapat diatasi dan pasukan Belanda semakin gencar untuk menduduki Lumajang.
Dalam menyusun kekuatan untuk mengusir Belanda di Lumajang, para pemuda maupun orang tua membentuk Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah. Pemimpin Sabilillah umumnya adalah kyai-kyai yang mempunyai semangat tinggi dalam membela negara.
Pasukan Hizbullah dan Sabilillah melakukan konsolidasi di Pondok Pesantren Pulosari dan Gambiran. Hasil konsolidasi tersebut menempatkan Kompi Kyai Ilyas bermarkas di Gambiran dengan jumlah anggota 100 orang.
“Keberadaan pasukan Hizbullah di Galingan diketahui oleh Belanda, sehingga Belanda melakukan penyerangan ke Galingan,” kata Yopi Aris Widianto, salah satu pegiat sejarah Lumajang.
Pasukan Kapten Kyai Ilyas kemudian melakukan penghadangan dan menyerang pasukan Belanda. Karena kekuatan tidak seimbang akhirnya pasukan Kapten Kyai Ilyas bergeser ke arah timur ke wilayah operasi meliputi Yosowilangun, Kencong Jember dan daerah sekitarnya dengan markasnya di Meleman. Setelah sampai di Yosowilangun, Kapten Kyai Ilyas bergabung dengan Kompi Soekartijo untuk melakukan penyerangan.
Untuk menghindari sergapan Belanda yang semakin intensif ke daerah timur dan melakukan serangan balasan, maka pada suatu malam pasukan Kapten Kyai Ilyas bergerak meninggalkan desa Meleman (markasnya) melintasi sungai Bondoyudo. Ternyata Belanda bergerak menuju Desa Cakru dan akhirnya terjadi pertempuran antara Belanda dan pasukan Kapten Kyai Ilyas.
“Karena Belanda tidak menguasai medan akhirnya pasukan Belanda mundur ke arah Kencong (Jember),” ujar Yopi.
Keesokan harinya ada loporan bahwa Belanda dengan kekuatan besar akan mengadakan serangan balasan dari segala arah. Pasukan Kapten Kyai Ilyas benar-benar terjepit maka yang dilakukan adalah menghindar dan bersembunyi di kebun singkong, perlawananpun tidak dilakukan karena disamping kekuatan tidak seimbang juga dikhawatirkan penduduk sekitar nantinya banyak yang akan menjadi korban.
Setelah keadaan dianggap aman, Kapten Kyai Ilyas memerintahkan pasukannya untuk bergerak menuju Penanggal, perjalananpun dilakukan menuju ke desa Penanggal dengan jarak 40 km ditempuh selama 3 hari. Rupanya kedatangan pasukan Kapten Kyai Ilyas diketahui Belanda yang berkedudukan di Senduro, sehingga pada pukul 07.00 pagi Belanda melakukan penyerangan terhadap pasukan Kapten Kyai Ilyas yang berada di Penanggal.
Pada tanggal 2 April 1949. Pasukan Kapten Kyai Ilyas berada di Dusun Ledok Desa Banjarwaru. Serdadu Belanda mencium kehadiran pasukan Kapten Kyai Ilyas ini sehingga Belanda menyusun strategi perang yang lain dari biasanya. Tepat tanggal 9 April 1949, pagi-pagi terjadi pertempuran antara Belanda dengan regu Muchtar yang ada di Desa Babaan.
Ternyata pagi itu Belanda mengerahkan serdadunya dalam jumlah besar sebagian dari mereka menggunakan seragam hitam-hitam. Hal ini dilakukan dalam rangka mengelabuhi rakyat. Belanda melakukan tembakan dari segala arah. Pasukan Kapten Kyai Ilyas benar-benar dalam keadaan terkepung dari segala arah dan tidak ada jalan lain selain bertempur habis-habisan.
Pada saat pertempuran terjadi Kapten Kyai Ilyas melihat seorang serdadu Belanda yang terluka kemudian Kapten Kyai Ilyas berlari merampas senjata otomatis yang terlepas dari tangan serdadu Belanda tersebut, namun takdir ilahi bagi Kapten Kyai Ilyas. “Sebelum beliau sempat mengambil senjata otomatis lawan. Beliau diberondong peluru dari segala arah. Paha kanan dan pusarnyapun terluka parah terkena tembakan musuh,” terang Yopi.
Saat segera beberapa orang membawa Kapten Kyai Ilyas yang terluka parah. Sebagian ada yang melindunginya dengan tembakan-tembakan gencar kearah musuh. Namun tak lama, Kyai Ilyas gugur di medan perang.
Pertempuran tetap berlangsung tanpa berhenti walaupun ada yang wafat, hingga sore. Setelah serdadu Belanda mengundurkan diri ke kota maka jenazah Kapten Kyai Ilyaspun segera dimakamkan dengan segala penghormatan di Dusun Ledok Desa Banjarwaru.
Kapten Kyai Ilyas merupakan putera daerah Lumajang, beliau anak desa yang lahir di Desa Uranggantung Kecamatan Sukodono Lumajang. kemudian menikah di dusun Galingan Desa Boreng, Kecamatan Lumajang dan beliau dikarunia 4 orang anak yaitu 3 putera dan 1 puteri.
Di dusun Galingan ini beliau dikenal sebagai seorang Kyai karena setiap hari mengajar ngaji pemuda di dusun tersebut, selain itu beliau dalam kesehariannya bertani dan membuka toko yang menjual sembako, Kyai Ilyas dikenal sebagai seorang yang dermawan karena beliau sering memberikan sembako berupa beras atau jagung kepada orang yang membutuhkan. [fath]