New Haven, Gontornews – Bagi sebagian orang, tahi lalat atau melanocytic naevi menjadi identitas. Ada pula yang menganggap tahi lalat pada titik tubuh mempengaruhi nasib. Bahkan tidak jarang, ada orang yang merasa tidak percaya diri karena penampilannya ‘terganggu’ tahi lalat.
Â
Tahi lalat bukanlah penyakit. Tahi lalat merupakan kumpulan sel melanosit yang terkumpul pada suatu tempat namun tidak menyebar ke seluruh kulit. Sel melanosit sendiri merupakan produsen pigmen pewarna kulit yang alami.
Â
Meski sebagian besar tahi lalat tidak berbahaya, ada beberapa tanda tahi lalat yang perlu diwaspadai karena, mungkin saja, tahi lalat tersebut sudah terjangkit kanker kulit atau yang dikenal dengan melanoma.
Â
Sepintas, melanoma terlihat seperti tahi lalat tapi memiliki bentuk yang tidak beraturan dan memiliki lebih dari satu warna. Tahi lalat yang terserang melanoma menyebabkan rasa gatal dan dapat menyebabkan pendarahan. Ukurannya pun juga bisa melebihi tahi lalat normal.
Â
Ada beberapa faktor pendukung melanoma seperti memiliki banyak tahi lalat, kulit pucat yang mudah terbakar, faktor keturunan dan memiliki rambut merah atau pirang. Sebagaimana dilansir alodokter.com, penyebab utama melanoma adalah karena paparan sinar ultraviolet alami atau buatan.
Â
Satu-satunya pengobatan yang dilakukan pada penderita melanoma adalah melalui operasi, itupun bagi penderita melanoma tahap awal. Untuk penderita tahap lanjut, upaya kemoterapi bisa dilakukan untuk memperlambat penyebaran serta mengurangi gejala yang terjadi.
Â
Berbeda dengan model operasi maupun kemoterapi, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gary vincent Desir MD dari Yale University mengungkap bahwa melanoma bisa diketahui dengan menggunakan protein Renelase.
Â
Penemuan renelase bermula ketika Desir bersama sejumlah tim peneliti melakukan penelitian tentang penyakit jantung. Dalam penelitian tersebut, Desir menemukan sebuah protein alami yang berada diatas tingkatan plasma. Protein tersebut diproduksi oleh ginjal dan dicerna menjadi adrenalin.
Â
Kala itu, Desir dan tim peneliti menemukan renelase berperan sebagai biomaker kanker. Hal ini disebabkan karena sel-sel kanker perlu mensintesi dan mensekresi renelase untuk tumbuh dan menyebar.
Â
Karena alasan itu, pada tahun 2016, Desir dan timnya merilis makalah terbaru yang diterbitkan the journal cancer research. Dalam makalah tersebut, mereka mengenalkan dan menerapkan terapi anti-renalese untuk pengobatan kanker.
Â
Pada penelitian tersebut, Desir dan tim menggunakan terapi anti-renalese untuk mengobati melanoma pada tikus. Selain melanoma, terapi anti-renalase ini juga dapat mengobati kanker pankreas pada tikus.
Â
“Dalam tulisan kami yang tebaru, kami menunjukkan bahwa renalase merespon pertumbuhan imun kanker, dan ketika Renalase dihalangi, sel-sel tumor akan terlihat oleh sistem kekebalan tubuh dan (sel-sel tersebut) akan dihancurkan secara efisien,†papar Desir sebagaimana dilansir laman resmi Yale cancer center, selasa (10/5).
Â
“Kami telah mengembangkan beberapa antibody monoklonal yang dapat menghambat pertumbuhan renalase, yang juga dapat membunuh sel-sel melanoma serta mengobati penyakit tumor,†tambahnya.
Â
Penelitian menggambarkan peran tearapi anti-renalase bagi pengobatan melanoma ganas secara independen atau dengan menggunakan obat penghambat melanoma lainnya.
Temuan ini juga membuka jalan bagi para peneliti lainnya untuk menyelidiki apakah terapi anti-renelase yang berpengaruh pada imun kanker juga bermanfaat untuk penyakit-penyakit kanker lainnya. [Mohamad Deny Irawan/DJ]
ada kalanya tahi lalat itu ukurannya semakin membesar, apakah itu yang disebut melanoma? ini sering tidak disadari karena dianggap tahi lalat biasa.
Trimakasih informasinya ..sangat bermanfaat sekali…
Jual Popok Bayi Kain Katun