Sejak Coronavirus Disease (COVID-19) merebak, perilaku manusia berubah drastis. Manusia yang memiliki sifat dasar berkumpul harus rela menjaga jarak, tidak bersentuhan antara satu dengan yang lain, semata-mata agar virus tidak menular.
Perubahan drastis ini juga terjadi di dunia pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil keputusan untuk meliburkan proses pembelajaran di sekolah dan menggantinya dengan “belajar dari rumah” melalui materi pembelajaran yang dilakukan secara daring (online) oleh para guru dengan bimbingan orangtua.
Tak mudah memang mengondisikan anak belajar di rumah, apalagi menciptakan proses pembelajaran daring yang menarik, bermakna dan menyenangkan. Sebab, ketika sekolah diliburkan, yang ada dalam benak sebagian besar anak bermain, terutama bagi anak-anak di tingkat sekolah dasar.
Di samping itu, masih banyak guru yang mengajar secara online dengan hanya memberikan soal sebanyak-banyaknya untuk siswa. Sehingga tak heran jika dikabarkan muncul keluhan dari orangtua tentang pelaksanaan belajar dari rumah yang justru membuat anak menjadi stres. Bahkan tak jarang orangtua tak bisa banyak membantu anaknya mengerjakan soal-soal tersebut.
Astutik, ibu rumah tangga yang tinggal di Bekasi, merasa kuwalahan dengan sistem pengajaran online yang diterapkan sekolah saat pandemi virus corona. Bagaimana tidak, setiap pagi, Astutik harus mendampingi putrinya yang duduk di kelas dua SD untuk menyelesaikan tugas dari guru.
Tak hanya tugas dari putrinya yang masih SD, Astutik juga harus mengontrol pekerjaan putrinya yang duduk di kelas satu sekolah menengan pertama (SMP). Dalam waktu yang bersamaan, ia harus ekstra keras menjadi guru dadakan.
“Ya, bagi saya ini cukup merepotkan, apalagi sistem pendidikan yang diterapkan di rumah ini bukan hanya satu atau dua hari, melainkan sebulan lebih hingga pandemi corona benar-benar sudah aman untuk anak masuk sekolah lagi,” ungkapnya.
Astutik merupakan salah satu dari sekian juta orangtua di Indonesia yang tiba-tiba mendadak menjadi guru di rumahnya sendiri. Mendampingi anak belajar, menjadi tumpuan saat ada kesulitan dalam belajar, melaporkan hasilnya kepada guru melalui gadget (HP).
Menurut pakar pendidikan Prof Dr Zainuddn Maliki MSi, kebijakan ‘merumahkan’ siswa karena pandemi COVID-19 berimplikasi luas. Salah satunya, mengharuskan orangtua belajar menjalankan fungsi guru. Tentu pekerjaan barunya ini memerlukan adaptasi.
Bisa dimaklumi jika pekerjaan baru itu dirasa sebagai beban. Karena selama ini umumnya orangtua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak ke pihak sekolah. Tapi virus corona memaksa pendidikan anak dikembalikan ke orangtua.
“Justru saat seperti inilah sejatinya momentum yang baik untuk membangun kesadaran bahwa pendidikan anak, terutama, merupakan tanggung jawab orangtua,” ungkap anggota Komisi X DPR RI itu.
Tentu bisa dimaklumi juga jika kebanyakan orangtua tidak memiliki keterampilan pedagogis. Harapan Mendikbud Nadiem Makarim agar di rumah diajarkan pendidikan yang bermakna—dengan memfokuskan kepada pengembangan kecakapan hidup— menjadi tidak mudah. Sebab hal itu membutuhkan pendekatan deep learning, yakni belajar secara mendalam. Tidak hanya membuat siswa tahu, tetapi menjamin siswa bisa mengerjakan, menghayati, dan kemudian memanfaatkannya dalam kehidupan bersama.
Proses pembelajaran dari rumah, sejauh ini umumnya berjalan seadanya. Lazimnya orangtua mendampingi putra-putrinya mengerjakan tugas yang diberikan guru. Ironisnya banyak guru yang masih berorientasi kepada penuntasan capaian pembelajaran sebagaimana yang diminta isi kurikulum. Lebih sempit lagi dalam rangka mengejar nilai kelulusan.
“Padahal sebenarnya belajar dari rumah, bisa dijadikan media untuk membangun soft skill. Termasuk menumbuhkan semangat kemandirian belajar siswa,” jelas mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Semangat besar dalam penuntasan capaian yang diminta kurikulum, disertai minimnya kemampuan guru mendesain pembelajaran daring yang kreatif dan inovatif, menyebabkan pemberian tugas siswa jadi pilihan hampir semua guru. “Akibatnya mudah ditebak. Siswa lalu menerima beban soal yang harus dikerjakan melebihi kapasitas kerja mental, fisik, maupun otaknya,” tambah lelaki yang pernah menjadi Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur.
Sementara itu Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) berharap agar Pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengantisipasi dampak virus corona terhadap proses pembelajaran, terutama antisipasi terhadap mereka yang tidak mampu menjangkau pembelajaran daring/online.
Ia berharap pemerintah memberi perhatian khusus bagi mereka. “Tidak semua masyarakat bisa belajar secara daring, terutama karena keterbatasan akses dan kesenjangan fasilitas,” ujar HNW di Jakarta, Rabu (25/3).
Pada sisi lain, ia mengapresiasi langkah cepat Presiden RI dalam pengambilan keputusan untuk meniadakan Ujian Nasional (UN) pada tahun ini, sebagaimana diusulkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI beberapa waktu lalu. “Ini saya kira sangat tepat dan sesuai dengan usulan Fraksi PKS di tengah kondisi darurat wabah COVID-19,” sebutnya.
Proses transisi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim angkat suara terkait keluhan para siswa yang merasa terbebani dengan banyaknya tugas sekolah yang diberikan. “Ini isu terbesar bahwa banyak sekolah maupun guru yang masih belum mengimplementasikan pembelajaran yang menyenangkan dan juga menyajikan kurikulum dengan cara yang menyenangkan. Ini bukan cuma masalah online learning, tapi ini masalah untuk online dan offline learning,” kata Nadiem dalam telekonferensi yang digelar Kemendikbud, Kamis (9/4).
Nadiem menyadari saat ini banyak guru yang masih memberikan pekerjaan rumah yang banyak kepada siswa. Namun, hal itu merupakan akibat banyak guru yang masih melakukan proses transisi dari sistem belajar secara tatap langsung ke sistem belajar online.
Nadiem juga meminta dinas pendidikan dan guru untuk tidak berorientasi pada banyaknya jumlah materi pembelajaran yang diberikan kepada murid. Imbas virus corona yang membuat Ujian Nasional (UN) ditiadakan tahun ini, lanjut Nadiem, diharapkan dapat membuat pendidik bisa lebih fokus pada kualitas materi yang diberikan kepada siswa.
“Karena ada krisis COVID-19 sehingga kita bilang tidak usah sampai tuntas, tapi mengejarnya kualitas. Sehingga harapannya makin lama mereka akan belajar untuk menemukan format belajar yang lebih menyenangkan siswa,” papar Nadiem.
Ia mengatakan, pandemi COVID-19 telah membuat guru, siswa dan orangtua menyadari bahwa pendidikan bukan sesuatu yang bisa dilakukan di sekolah saja. “Tetapi pendidikan yang efektif itu membutuhkan kolaborasi yang efektif dari guru, siswa dan orangtua. Tanpa kolaborasi itu, pendidikan yang efektif tidak mungkin terjadi,” ujar Nadiem saat peringatan Hari Pendidikan Nasional di Jakarta, Sabtu (2/5).
Sementara itu pengamat pendidikan dari Universitas Brawijaya (UB) Aulia Luqman Aziz mengatakan, selamanya profesi guru tidak akan tergantikan oleh teknologi. Pembelajaran penuh secara daring banyak menimbulkan keluhan dari peserta didik maupun orangtua.
“Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Bagaimana pun, pembelajaran terbaik yaitu bertatap muka dan berinteraksi dengan guru dan teman-teman,” kata Luqman di Malang, Sabtu (2/5).
Ia mengatakan, dalam proses pembelajaran secara tatap muka ada nilai yang bisa diambil oleh siswa, seperti proses pendewasaan sosial, budaya, etika, dan moral yang hanya bisa didapatkan dengan interaksi sosial di suatu area pendidikan.
Perubahan sosial yang tiba-tiba terjadi sebagai akibat merebaknya COVID-19 menyebabkan kegagapan dalam proses penyesuaian kegiatan pembelajaran. Itu sebabnya tidak mungkin jika sebuah pembelajaran ideal dicapai di masa pandemi seperti saat ini. “Karena itu, guru dan dosen harus cepat menyesuaikan keadaan dengan mengubah target capaian, dan kemudian metode pembelajarannya. Jangan sampai guru dan dosen membebani siswa dengan pembelajaran di saat siswa mengalami keterbatasan sosial dan ekonomi,” kata dosen Fakultas Ilmu Administrasi UB itu.
Meskipun masih banyak kelemahan dalam proses pembelajaran, Luqman mengakui pembelajaran secara online di masa COVID-19 ini mengembalikan peran orangtua sebagai madrasah belajar anak. “Fondasi penting dari segala pendidikan yaitu waktu berkualitas yang dihabiskan oleh orangtua bersama anak-anaknya. Bimbingan, aturan, ilmu, dan wawasan yang dibagikan orangtua akan banyak bermanfaat bagi anak,” kata Luqman. []