Program hafalan Al Qur’an mendapatkan panggung yang sempurna dalam beberapa waktu terakhir. Hafalan Qur’an hari ini bukan saja terdapat di pesantren-pesantren khusus tahfidz saja tetapi sudah merambah ke sekolah-sekolah formal, baik sekolah Islam terpadu, madrasah, atau bahkan sekolah-sekolah umum.
Fenomena ini tentu saja membahagiakan banyak pihak, salah satunya Al-Ustadz Saidil Yusron yang bertindak sebagai Koordinator Tahfidz di Ma’had Al-Muqaddasah Li Tahfidzil Qur’an, Nglumpang, Ponorogo. Ustadz Yusron menyebut jika saat ini masyarakat cenderung memilih lembaga pendidikan yang membuka program hafalan Al Qur’an bagi putra-putrinya.
“Pastinya bersyukur, alhamdulillah, masyarakat Muslim Indonesia paham betul mana yang harus didahulukan bagi pendidikan anak mereka, yaitu mengenalkan mereka tentang Ketuhanan melalui agama dan Al Qur’an,” katanya melalui pesan tertulis kepada Majalah Gontor.
Wartawan Majalah Gontor, Mohamad Deny Irawan, berkesempatan untuk mewawancarai salah seorang Dosen Universitas Darussalam Gontor tersebut mengenai fenomena maraknya program tahfidz Al Qur’an di Indonesia berikut dengan serba-serbi metode pembelajaran hingga pendapatnya tentang metode tahfidz digital. Berikut petikannya:
Bagaimana Anda melihat fenomena pendidikan tahfidz Al Qur’an di Indonesia hari ini?
Pastinya bersyukur, alhamdulillah, masyarakat Muslim di Indonesia masih terus berpegang teguh terhadap ajaran agama Islam, terutama dengan yang terkandung di dalam Al Qur’an, sehingga animo masyarakat Muslim Indonesia cenderung mencari suatu lembaga pendidikan yang mengajarkan Al Qur’an, baik dari sisi membaca, menghafal, memahami dan mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya.
Berbeda dengan situasi sebelum tahun 2000, masyarakat Muslim saat ini tertarik dengan lembaga pendidikan yang menyediakan program tahfidz Al Qur’an. Bagaimana pendapat Ustadz?
Sebetulnya lembaga pendidikan yang menyediakan program tahfidz sudah ada sejak dulu, terutama di pesantren-pesantren tahfidz, meski belum sesemarak medio tahun 2000-an. Pastinya banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat Muslim di Indonesia terkait alasan mereka tertarik dengan lembaga pendidikan yang menyediakan program tahfidz Al Qur’an. Beberapa faktornya yaitu perkembangan teknologi, sehingga perangkat-perangkat pembantu untuk menghafal Al Qur’an sudah banyak ditemukan, sehingga prasangka bahwa menghafal Al Qur’an itu sulit terbantahkan dengan tersedianya banyak alat bantu menghafal. Faktor lain semakin terbukanya informasi masyarakat Muslim Indonesia tentang tahfidz Al Qur’an, fungsinya hingga lembaga yang harus dituju para orangtua andai ingin putra-putrinya menghafal Al Qur’an. Semua informasi itu tentunya sudah sangat terbuka setelah tahun 2000. Faktor lainnya, adanya dorongan di dalam diri masyarakat Muslim Indonesia, yang ingin anaknya menjadi kader-kader bangsa yang selalu berpegang teguh kepada ajaran Al Qur’an.
Ada berapa metode tahfidz Al Qur’an yang beredar di Indonesia?
Metode untuk menghafal Al Qur’an ada banyak tetapi yang saya tahu hanya beberapa saja. Namun, inti dari semua metode tersebut ialah pengulangan (tikrar). Apapun metodenya tikrar harus terus dilakukan. Anak yang masih kecil sudah bisa menghafal Al Qur’an 30 juz karena orangtuanya sendiri menggunakan metode talqin, yaitu metode orangtua mengucapkan dan anak menirukan. Metode ini menggunakan tikrar, baik ayat perayat, potongan per potongan, atau penggabungan, semuanya di-tikrar oleh orangtuanya. Ada juga yang menggunakan alat bantu peraga, seperti cerita, tujuannya untuk mempermudah hafalan lekat di dalam kepala. Ada yang menggunakan tulisan, yaitu dengan menyediakan mushaf khusus dengan tulisan samar, anak didik diminta untuk menebali tulisan tersebut berulang kali, sampai dia menghafal apa yang dia tulis. Ada pula yang menggunakan metode gerakan, yaitu dengan memperagakan gerakan yang sesuai dengan arti dari ayat yang sedang dihafalkan.
Inti dari semua metode itu tikrar. Dengan tikrar, seakan-akan kita memindai tulisan yang ada di dalam mushaf dan kemudian kita pindahkan ke dalam memori di kepala kita. Semakin banyak kita melakukan tikrar semakin kuat hafalan di dalam memori kita.
Dalam beberapa waktu terakhir, program tahfidz Al Qur’an bagi anak usia dini berkembang dengan pesat. Bagaimana tanggapan Anda?
Pastinya bersyukur, alhamdulillah, masyarakat Muslim Indonesia paham betul mana yang harus didahulukan dalam Pendidikan anak mereka, yaitu mengenalkan mereka tentang Ketuhanan melalui agama dan Al Qur’an, sehingga anak tersebut mampu mengarungi hidupnya dengan petunjuk yang diperoleh dari ajaran Al Qur’an. Di samping itu, masa kecil merupakan golden age untuk menghafal Al Qur’an karena pikiran mereka yang masih jernih dan belum terkontaminasi dengan hal lain. Anak umur antara 3 sampai 7 tahun memiliki memori alam bawa sadar yang sangat kuat. Alangkah bahagianya seseorang yang mendidik anaknya dengan menghafal Al Qur’an pada umur-umur tersebut.
Apa saja faktor yang memudahkan para santri dalam menghafal Al Qur’an?
Setidaknya ada dua faktor, yakni: faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya niat yang tulus ikhlas ibadah lillahi ta’ala, kecerdasan, motivasi dari dalam diri sendiri, panca indera yang sempurna, lisan yang fasih, ingatan yang kuat, kemampuan dalam mengatur waktu, kemampuan dalam mengatur pikiran dan perasaan, dan, yang paling penting selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Sedang faktor eksternal yaitu lingkungan khusus untuk menghafal Al Qur’an, mushaf khusus untuk menghafal Al Qur’an, guru yang mumpuni, teman-teman yang mendukung, sistem dan metode yang baik dan sesuai untuk dirinya, pola hidup khusus bagi penghafal Al Qur’an, makanan yang halal, bergizi tinggi, dan lain sebagainya.
Bagaimana cara menyemangati santri penghafal Al Qur’an agar tetap istiqamah untuk terus menghafal dan melakukan muraja’ah?
Dalam mengajar Al Qur’an khususnya tahfidz, yang paling pertama kita lakukan sebagai seorang guru menyentuh sisi psikologi dari setiap santri. Setiap santri memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Apabila sisi psikologi santri sudah kita kuasai maka santri akan mengikuti apa yang dikehendaki oleh gurunya.
Semangat dalam menghafal Al Qur’an terkadang naik dan turun. Agar santri terus bersemangat menghafal Al Qur’an kita perlu menggunakan metode at-targhiib wat tarhiib (kabar gembira dan ancaman). Terkadang, targhib melalui ayat-ayat atau hadis-hadis tentang keutamaan para penghafal Al Qur’an; bahwa para penghafal Al Qur’an itu keluarga Allah SWT yang akan selalu dipelihara dijaga Allah SWT, para penghafal Al Qur’an itu membawa misi yang mulia yaitu menjaga keaslian Al Qur’an dari tangan-tangan jahat yang ingin mengubah Al Qur’an, para penghafal Al Qur’an memiliki kedudukan yang mulia di mata manusia, dan lain sebagainya, walau terkadang targhib juga bisa melalui hadiah sekedarnya berdasarkan hasil upaya yang telah dilakukan santri tersebut. Sedangkan tarhiib bisa melalui ayat-ayat dan hadis-hadis yang menunjukkan ancaman apabila kita meninggalkan Al Qur’an dan berpaling ke hal yang lain selain Al Qur’an. Bisa juga kita sampaikan melalui hukuman yang mendidik yang tidak menjatuhkan semangat santri untuk selalu menghafal Al Qur’an. Di samping itu kita juga harus selalu memberi nasihat agar santri selalu melawan rasa malas, mudah mengeluh capek, dan merasa bosan. Apabila tiga hal tersebut berhasil dilawan, in syaa Allah dia akan terus istiqamah dalam menghafal Al Qur’an.
Cukupkah bagi seorang penghafal Al-Qur’an untuk sekedar menghafal Al Qur’an saja? Apa saja langkah lanjutan yang perlu dilakukan oleh para penghafal Al Qur’an?
Ada suatu metode yang diterapkan dalam lingkungan penghafal Al Qur’an, yaitu metode musyafahah, yaitu seorang santri memperdengarkan bacaannya/hafalannya kepada seorang guru, wajhan bi wajhin (tatap muka), apabila ada kesalahan bacaan maka guru memperbaiki kesalahan tersebut, apabila ada yang kurang tepat dari bacaan tersebut maka guru yang menepatkan. Maka bagi penghafal Al Qur’an wajib memperdengarkan bacaan/hafalannya kepada seorang guru, agar hafalannya bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ini berbanding terbalik dengan santri yang menghafal Al Qur’an sendiri dan tidak pernah diperdengarkan kepada seorang guru, maka yang timbul perasaan seakan-akan semua bacaan/hafalannya benar semua, padahal apabila diperdengarkan kepada seorang guru dia baru tahu ada ayat yang terlewat, ada harakat yang kurang tepat, ada bacaan yang pendek dipanjangkan, yang panjang dipendekkan, ada waqaf ibtida’ yang kurang tepat, dan lain sebagainya.
Bagaimana Anda melihat program tahfidz digital?
Alat digital seperti hand phone, laptop, dan komputer bisa dijadikan alat bantu untuk menghafal Al Qur’an. Ada banyak program di playstore untuk membantu seseorang dalam menghafal Al Qur’an, sebut saja salah satunya: program Ayat, yang bisa memberikan fasilitas mengulangi ayat yang kita pilih secara berulang-ulang. Atau music speeder changer, untuk mempercepat dan memperlambat bacaan syekh tertentu. Itu semua alat bantu yang bisa kita manfaatkan untuk menghafal Al Qur’an dengan lebih baik.
Di perkotaan, alat digital bisa dijadikan salah satu alternatif untuk melakukan proses pembelajaran, terkhusus dalam bidang tahfidz, terutama bagi mereka yang memiliki kesibukan yang sangat padat, atau tempat yang sangat jauh yang tidak memungkinkan seseorang datang ke tempat pengajian.
Memang tidak ada salahnya melakukan program tahfidz via digital, namun mungkin yang membedakan rasa. Karena dalam diri guru ada suri teladan, ada fashahah yang harus kita pelajari, ada sisi kemanusiaan yang harus kita terima, motivasi, kebersamaan, rasa hormat, keberkahan ilmu dan istiqamah. Sementara menghafal via digital, yang memiliki banyak keterbatasan, terutama sisi psikologi santri/anak didik yang tidak bisa disentuh oleh guru. Padahal itu yang paling terpenting dalam proses pembelajaran, terkhusus dalam menghafal Al Qur’an.
Apa pesan Anda bagi para lembaga tahfidz Al Qur’an di Indonesia?
Pesan saya bagi lembaga tahfidz Al Qur’an untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT, kita semua bersaudara dalam naungan Al Qur’an, saling membantu dalam kebaikan dan ketaqwaan, memotivasi yang lainnya, menyadari betul apa yang kita lakukan merupakan khidmah kepada Al Qur’an, saling berbagi demi kemajuan umat Islam, selalu gigih berjuang mencetak generasi Qur’ani. Semoga Allah SWT meridhai semua langkah kita, li i’laa’i kalimaatillah. Aamiiin. []