“Kunci sukses dalam berkarir adalah harus punya komitmen tinggi dan kemauan untuk berkorban serta kedisiplinan yang harus tetap dijaga,” demikian ungkap Chief Audit Executive (CAE) Inpex Corporation, Djindar Rohani.
Semasa mudanya, Djindar menghabiskan sebagian waktunya untuk belajar dan belajar. Karenannya tidak heran ketika nyantri di Gontor tahun 1972 ia selalu dapat menduduki kelas B. selain aktif dengan pelajarnnya, Dijndar juga dikenal teman-temannya sebagai santri yang cukup gaul, karena ia juga aktif di kelompk teater pesantren. “Bahkan dulu saya sama teman-teman dianggap tukang melawak di pentas,” kenangnya.
Djindar juga sangat gandrung dengan bahasa Inggris saat nyantri di Gontor, tak heran jika ia kemudian banyak membaca literatur bahasa Inggris dan bahkan ia bersama santri lainnya merintis membuat klub bahasa Inggris bernama ‘Slowdown’.
Selesai menamatkan pendidikan pesantren tahun 1976, Djindar ingin melanjutkan ke sekolah umum, akhirnya ia mendaftarkan diri di SMUN I Yogjakarta. Dengan bekal kemampuan yang didapat di pesantren dan di sekolah umum akhirnya, Djindar lolos ujian masuk Universitas Gajah Mada (UGM) dengan mengambil jurusan akuntansi ekonomi.
Bahkan saat belajar di SMUN I, Djindar yang aktif di group teater Pilangkapaja mendapatkan juara umum tingkat kabupaten Yogjakarta dan terpilih menjadi aktor terbaik. “Kadang orang lain heran, ini alumni gontor kadang khutbah tapi juga main teater di pentas,” ungkap bapak dari tiga anak ini.
Setamat SMU tahun 1980, Djindar mendapatkan kesempatan untuk belajar di Kalifornia selama satu tahun sebagai perwakilan dari Yogjakarta mengikuti program pertukaran pelajar. “Akhirnya program mengikuti kuliah di UGM saya mintakan non aktif selama satu tahun,” papar suami Lis Rohani.
Setelah tamat dari Kalifornia, Djindar kembali lagi meneruskan studinya di UGM. Namun selama setahun belajar di UGM terpaksa ia harus pindah belajar ke salah satu universitas di Kalifornia melalui program beasiswa dari Pertamina dan consorsium perusahaan asing. “Meskipun itu beasiswa saya harus mempertahankan prestasi, karena nantinya pasti akan bermanfaat,” papar pria yang berhasil mencapai nilai cumloud.
Pada tahun 1985, Djindar kembali lagi ke Indoensia dan langsung direkrut di sebuah perusahaan perminyakan Petrolium menduduki jabatan sebagai bagian staf Finance selama 5 tahun.
Tak pernah puas dengan ilmu yang ia miliki, Djindar mencoba cari informasi beasiswa lagi. Alhasil, ia berhasil melanjutkan S2. “Akhirnya saya mencoba program beasiswa di Australia mengambil jurusan MBA. Dan ini sesuai dengan habisnya masa kerja saya di Petrolium selama 5 tahun,” ungkapnya.
Dengan ketekunannya dalam belajar, program pasca-sarjana di Australia ditempuh hanya dalam waktu 1.5 tahun. Dan akhirnya ia kembali lagi ke perusahaan Petrolium dan langsung menduduki posisi controler finance.
Ketekunannya meniti karir di sebuah perusahaan besar, membuat Djindar selalu ingin menghasilkan yang terbaik untuk masa depan karirnya. Akhirnya pada tahun 1994, di mana saat itu harga minyak sedang mengalami gangguan. Djindar berinisiatif untuk merubah karirnya dari perusahaan minyak ke perusahaan non minyak.
Gayung pun bersambut, dengan prestasi akademik dan pengalaman karirnya di perusahaan besar, Djindar berhasil masuk ke perusahaan milik Amerika yang bergerak di bidang komputer dan lagi-lagi menjabat sebagai Finance Assisten Manager.
Tahun 1998, krisis moneter melanda negeri ini, hal ini berdampak kepada bisnis telekomunikasi. Karena merasa tidak ada perkembangan yang signifikan, Djindar pun mencoba mencari peluang lagi untuk pengembangan karirnya.
“Nah selama di Makasar, teman saya yang dulu di Petrolium kebetulan membutuhkan tenaganya untuk pengembangan dan tenaga yang dibutuhkan adalah tenaga Manajer Finance,” paparnya.
Akhirnya Djindar mengembangkan karirnya di perusahaan milik Amerika, Conocophillips. Perusahaan ini bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak. Di Conocophillips, jabatan terakhir Djindar menjadi manajer audit.
Menjelang pensiun, Djindar mencoba peruntungan di perusahaan milik orang Jepang yang sedang mulai fokus produksi minyak dan gas, yaitu perusahaan Inpex Corporation. Diusianya yang ke 58, ia mendapatkan amanah sebagai Chief Audit Executive, Inpex Corporation.
Djindar merasakan apa yang telah diperoleh di Pondok Gontor menjadi modal untuk menjaga integritas dalam bekerja. Nilai-nilai yang ditanamkan di pondok, saat ini tetap berkorelasi dengan apa yang ia kerjakan dalam dunia karir. Kedisiplinan, komitmen, menjaga amanah dan lain sebagainya telah mengantarkan Djindar mendapatkan amanah menjadi auditor, baik saat di Conocophillips maupun di Inpex Corporation.
Ketua DKM Masjid Baitussalam
Kesibukannya sebagai manajer perusahaan asing, tak membuat Djindar terlena dengan urusan duniawi. Djindar terus mencari keseimbangan dalam kehidupannya. Salah satunya dengan giat aktif di kepengurusan Masjid Baitussalam yang ada perumahan elit The Green BSD Serpong Tangerang.
Masjid Baitussalam, berdiri berkat kepedulian Djindar dan warga muslim penghuni kompleks elit The Green. Pasalnya saat itu tidak ada masjid yang bisa digunakan oleh warga untuk menjalankan shalat berjamaah dan pengajian. Biasanya pengajian diadakan di ruko milik warga The Green.
Djindar bersama teman-teman kemudian mencari tanah yang bisa digunakan tempat ibadah di area perumahan. Akhirnya ia menemukan tanah kosong tepat sebelah kanan setelah gerbang utama The Green. Awalnya, hanya dibangun tenda terpal dengan lantai seadanya. Bila hujan tiba tempat menjadi becek dan tidak maksimal digunakan.
Seiring waktu, akhirnya dibangun mushola dengan sistem knock down. Antusiasme warga ternyata cukup baik, hingga lahirlah ide untuk membangun Masjid Baitussalam. Karena Djindar dikenal lulusan Pondok Gontor, akhirnya ia ditunjuk sebagai Ketua DKM Masjid Baitussalam. [Fathur/DJ]