Bandung, Gontornews — Innalillahi wainna ilahi rojiun. Pendiri Partai Keadilan (PK) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) KH Hilmi Aminuddin meninggal dunia di Bandung, Selasa (30/06) siang. Kabar wafatnya tokoh politisi Islam ini beredar di medsos dan dibenarkan oleh sejumlah tokoh PKS.
“Benar, mas,” kata politikus PKS yang juga mantan presiden PKS, Tifatul Sembiring melalui pesan singkatnya dikutip Republika, Selasa (30/6). Konfirmasi juga disampaikan oleh tokoh PKS lainnya yang juga pernah menjadi presiden PKS, Hidayat Nur Wahid.
“Iya, saya sudah mendapatkan kabar beliau meninggal dunia dari keluarga dan rekan-rekan,” kata HNW. Dia membenarkan informasi yang menyebut KH Hilmi meninggal di RS Santosa Central, Kota Bandung, siang ini. Secara pribadi, Hidayat mengaku sangat kehilangan atas meninggalnya KH Hilmi Aminuddin,
“Tentu kita semua berduka atas wafatnya guru kami semua. Pendiri PK (Partai Keadilan) dan PKS. Tentu jasa beliau sangat besar untuk perjalanan dakwah,” kata Hidayat.
KH Hilmi Aminuddin merupakan tokoh PKS. Beliau pernah menjadi ketua Majelis Syuro PKS. Adapun pendidikannya, beliau pernah kuliah di Fakultas Syariah, Universitas Islam di Madinah, Arab Saudi.
Hilmi Aminuddin merupakan pendiri gerakan dakwah atau yang diera 1980-1990-an dikenal dengan sebutan harakah tarbiyah dan kini ia menjabat sebagai Ketua Majelis syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Wikipwdia, pada usia enam tahun, Hilmi memulai pendidikannya dengan mendaftar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Selulusnya dari sana, dia berkelana ke sejumlah pesantren di Jawa. Pada tahun 1973, Hilmi memutuskan untuk berangkat ke Arab Saudi dan belajar di Fakultas Syariah Universitas Islam di Madinah. Selama enam tahun menuntut ilmu di universitas tersebut, Hilmi kerap berkumpul dengan Yusuf Supendi yang juga merupakan tokoh perintis PKS. Kala itu Yusuf sedang berkuliah di Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud, Riyadh.
Sekitar tahun 1978, Hilmi lulus kuliah dan pulang ke Indonesia. Sepulangnya dari Arab Saudi, Hilmi memulai kariernya dengan berdakwah. Tapi karena Hilmi tidak memiliki Pondok Pesantren seperti kebanyakan ulama di Indonesia saat itu, Hilmi pun berdakwah dari masjid ke masjid, atau dari satu kelompok pengajian ke kelompok pengajian lainnya. Pada tahun 1998, Hilmi bersama beberapa rekannya mendirikan Partai Keadilan dan pada tahun 2002, partai tersebut berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera agar bisa ikut pemilihan umum dua tahun berikutnya.
Karena baru didirikan dan hanya mendapatkan 7 kursi di parlemen, atau 1.5 persen maka peranan PKS saat itu belum begitu kelihatan dan lebih fokus ke dalam partai. Pada tahun 2005, Hilmi ditunjuk menggantikan Rahmat Abdullah yang meninggal dunia untuk menjadi Musyawarah Majelis Syuro I yang merupakan lembaga tertinggi di PKS.
Saat itu, Hilmi Aminuddin terpilih melalui mekanisme voting tertutup dengan mendapatkan 29 suara dari 50 anggota Majelis Syuro. Dia mengungguli tiga calon lainnya yakni Salim Segaf Al-Jufri (12 suara), Surahman Hidayat (8 suara) dan Abdul Hasib Hasan(1 suara).
Pada tahun 2010, Hilmi kembali terpilih menjadi ketua Majelis Syuro dalam Pemilihan Raya (Pemira) Majelis Syuro PKS. Mekanisme Pemira untuk memilih angota majelis syuro yang baru ini selayaknya pemilu. Jumlah anggota MS yang dipilih ada 99 orang. Dalam pemira ini, PKS telah membentuk panitia prapemira yang akan menyeleksi sekitar 1.000 anggota ahli PKS menjadi 195 calon nama.
Penyeleksian tersebut berdasarkan syarat yang telah ditetapkan oleh AD/ART. Dari 195 nama ini akan dipilih 65 nama terbanyak. Setelah diambil sumpahnya, mereka yang terpilih ini akan menunjuk 32 nama sebagai anggota ahli majelis syuro. Sedangkan dua anggota lainnya adalah anggota tetap majelis syuro yaitu Hilmi Aminuddin dan Salim Segaf Al-Jufri.[DJ]