Pulau Lesbos, Gontornews — Polisi anti huru hara Yunani menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi para pencari suaka di Pulau Lesbos pada 12 September. Saat itu ribuan pengungsi meminta bantuan setelah kehilangan tempat tinggal akibat kebakaran yang menghancurkan kamp migran terbesar di Eropa.
Para pencari suaka – termasuk orang tua dan anak-anak yang sangat kecil – sedang tidur nyenyak di Lesbos sejak 9 September ketika kamp Moria terbakar.
Bentrokan terjadi pada 12 September di dekat kamp sementara baru yang dibangun oleh otoritas Yunani.
Beberapa pemuda mulai melempar batu ke polisi anti huru hara yang merespons dengan gas air mata.
Sebelumnya pada hari itu, petugas pemadam kebakaran harus memadamkan api di dekat blokade polisi.
“Kami melakukan protes damai terhadap kamp baru dan polisi melemparkan gas air mata ke arah kami. Bayi saya terkena gas!” kata Zola, wanita Kongo yang menggendong bayinya yang berusia lima bulan, kepada AFP.
Beberapa orang yang menderita sesak nafas dibawa pergi dengan ambulans, sementara yang lain pingsan, menurut para migran.
Keadaan makin kacau ketika para migran berebut botol air yang dilemparkan dari van, fotografer AFP melaporkan.
Menteri Migrasi Yunani, Notis Mitarachi, mengatakan kepada wartawan bahwa menjaga akses terbuka ke makanan, air dan persediaan medis menjadi “prioritas”, bahkan ketika organisasi bantuan mengatakan mereka kesulitan menjangkau para tunawisma itu.
Upaya untuk menemukan tempat berlindung sementara bagi lebih dari 11.000 orang yang ditinggalkan di jalan akibat penghancuran kamp Moria masih belum memadai, kata kelompok hak asasi manusia.
“Karena ribuan orang sekarang tinggal di perbukitan sekitar Moria atau di jalanan, ketegangan antara penduduk lokal, pencari suaka dan polisi meningkat,” papar Human Rights Watch memperingatkan dalam sebuah pernyataan pada 12 September.
Kamp Moria, yang sering dikritik oleh PBB dan kelompok hak asasi karena terlalu padat dan sanitasi yang buruk, terbakar secara berturut-turut pada Selasa malam dan Rabu. Ada yang menduga kamp itu sengaja dibakar.
Namun, pejabat pemerintah menyalahkan migran atas kebakaran itu.
Kebakaran pertama terjadi tak lama setelah 35 orang dinyatakan positif virus corona dan menghadapi tindakan isolasi.
Pada 12 September, seorang bayi Afghanistan berusia 20 hari ditemukan positif terkena virus corona, kata badan negara ANA. Bayi dan ibunya, yang juga dinyatakan positif, diharapkan dibawa ke Athena. []