Yangon, Gontornews — Pemerintah Myanmar menangkap tiga mahasiswa asal Rakhine menyusul demonstrasi menentang larangan internet 4G di kota pesisir Sittwe. Junta militer Myanmar menganggap tiga mahasiswa tersebut melanggar aturan jaga jarak (Social Distancing).
Ketiga mahasiswa tersebut dituntut undang-undang Penanggulangan Bencana Alam yang melarang pertemuan besar untuk mengekang penyebaran pandemi Covid-19. Pengadilan berencana menyidangkan ketiganya pada Rabu (23/9). Ketiganya berisiko menerima hukuman tiga tahun penjara akibat tindakannya tersebut.
Awal September silam, ratusan pendukung partai berkuasa National League of Democracy (NLD) berkampanya di Bago, Yangon. Namun, otoritas terkait mengabaikan tindakan NLD yang mengumpulkan lebih dari 50 orang.
βDalam sistem peradilan yang adil dan sesuai dengan hak asasi manusia, mereka tidak seharusnya dituntut berdasarkan hukum yang berkaitan dengan aktivitas mereka,β kata Hla Hla Yee.
βMereka harus dibebaskan dengan jaminan,β ungkapnya kepada Anadolu.
Persatuan pelajar Burma (The All Burma Federation of Student Unions/ABFSU), menuntut agar membebaskan tiga mahasiswa asal Rakhine tersebut.
Ketua ABFSU, Nyi Nyi Win mengatakan pekan lalu puluhan pemimpin mahasiswa di Myanmar ditangkap karena mengorganisasi kampanye antijunta militer.
βIni mengingatkan kita pada pengalaman oposisi ketika junta militer memimpin Myanmar,β kata Nyin Nyi Win.
Puluhan Muslim Rohingya di kamp pengungsian Coxβs Bazar Bangladesh pun melakukan protes agar militer membebaskan ketiga mahasiswa tersebut. Dalam pernyataan bersama, komunitas Rohingya di seluruh dunia mengutuk tindakan junta militer tersebut. [Mohamad Deny Irawan]