Manila, Gontornews — Pemerintah Filipina, Senin (13/6/2022), sedang membangun pusat deradikalisasi bagi militan Bangsamoro. Fasilitas senilai 469.000 dolar Amerika Serikat tersebut berlokasi di Barangay Lub, Provinsi Sulu, yang merupakan basis kelompok teroris Abu Sayyaf (ASG).
Naguib Sinarimbo yang mengepalai departemen yang bertanggung jawab atas pemerintah lokal Bangsamoro mengatakan fasilitas ini merupakan komitmen antara pemerintah dengan Komando Mindanao Barat.
βFasilitas ini merupakan bagian dari komitmen yang kami buat kepada Komando Mindanao Barat dan pemerintah setempat. Saat ini, kami bergabung dengan mereka dalam membangun kehidupan (mantan) militan ASG,β kata SInarimbo sebagaimana dilansir Arab News.
Secara teknis, pusat deradikalisasi ini bertujuan untuk membantu gerilyawan bergabung kembali dalam komunitas masyarakat Filipina.
Bangsamoro telah menjalani proses perdamaian selama hampir satu dekade terakhir. Pemerintah Filipina telah berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Front Pembebasan Islam Moro setelah hampir empat dekade berkonflik.
Juru bicara militer regional, Kolonel Alaric Delos Santos, menekankan pentingnya keberadaan pusat deradikalisasi bagi anggota kelompok ASG.
βKita semua tahu bahwa di dalam ASG, apa yang mereka ajarkan adalah pandangan ekstrimis tentang Islam. Maka, kini, mereka akan melalui proses dan mendapatkan kajian serta pemahaman Islam yang benar. Kami juga dapat melihat potensi mereka untuk menentukan jenis mata pencaharian yang harus diberikan kepada mereka masing-masing,β kata Delos Santos.
Sejak 2017, lebih dari 860 anggota ASG telah menyerahkan diri kepada militer Sulu. Lebih dari setengahnya bergabung dengan program-program pemberdayaan tahap pertama yang dijalankan di pusat tersebut.
βIni adalah sesuatu yang harus dilakukan. Jika tidak, Anda tidak dapat benar-benar memiliki perdamaian abadi atau situasi perdamaian berkelanjutan apa pun di Sulu,β ungkap pakar keamanan Filipina, Rikard Jalkebro.
Jalkebro menambahkan pemerintah perlu membangun kepercayaan antara mantan pejuang dengan masyarakat setempat. Pemerintah juga harus membantu mereka untuk belajar tentang keterampilan dan memberikan pelatihan kejuruan, meski proses ini memerlukan waktu yang cukup panjang. [Mohamad Deny Irawan]