Jakarta, Gontornews — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan sejumlah orangtua siswa yang mengeluhkan anak-anaknya stres karena mendapatkan berbagai tugas setiap hari dari para gurunya. Kemungkinan besar, para guru memahami home learning dengan memberikan tugas-tugas secara online, dan pengumpulannya pun online. Alhasil para siswa dan orangtua mengeluh. Demikian disampaikan Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, dalam pers release di Jakarta, Selasa (17/3).
Retno menyebutkan, seiring dengan 14 hari belajar di rumah, ternyata tugas yang harus dikerjakan anak-anak di rumah malah sangat banyak, karena semua guru bidang studi memberikan tugas yang membutuhkan waktu lebih dari 1 jam. Akibatnya, tugas makin menumpuk dan anak-anak jadi kelelahan.
Padahal, maksud belajar dari rumah sesungguhnya untuk memberikan aktivitas belajar rutin pada siswa agar tetap terbiasa belajar, menjaga keteraturan. Karena keteraturan itu penting bagi anak-anak, agar ketika masuk sekolah kembali semangat belajarnya tidak padam dan materi pembelajaran tidak tertinggal. “Jadi ritmenya bisa diatur bukan malah membuat anak tertekan, perasaaan tertekan dan kelelahan justru dapat berdampak pada penurunan imun pada tubuh anak,” ujarnya.
Karena itulah KPAI menyayangkan Kemdikbud dan Dinas-dinas Pendidikan tidak melakukan edukasi terlebih dahulu kepada para guru dan sekolah ketika ada kebijakan belajar di rumah selama 14 hari. Kalau sudah ada persiapan maka semestinya tidak terjadi penumpukan tugas yang justru memberatkan anak-anak. Semestinya ada juknis (petunjuk teknis) dan juklak (petunjuk pelaksaan) seperti apa belajar di rumah dengan metode daring. Misalnya, dalam memberikan tugas kepada siswa harus terukur dikerjakan maksimal 30 menit, tidak boleh lebih. Jadi kalau dalam bentuk soal, maka guru dapat mengukur hanya berapa soal diberikan.
Selain itu, tugas diberikan tidak secara berbarengan, tetapi rumpun mata pelajaran bersepakatan menentukan hari pemberian tugas agar para siswa tidak kewalahan.
Karena itu, para guru disarankan memberikan tugas tidak melulu dalam bentuk soal, namun bisa penugasan yang menyenangkan, misalnya membaca novel tertentu atau buku cerita apa saja selama 3 hari, kemudian menuliskan resumenya.
Atau penugasan praktik berupa percobaan membuat hand sanitizer dengan guru terlebih dahulu memberikan cara dan bahan-bahan yang dibutuhkan, lalu proses dan hasilnya di foto.
“Bisa juga anak-anak SD diminta untuk mengurus satu tanaman dan menceritakan nama tanamannya, bentuk dan warna daun, spesiesnya, dan lain-lain (bisa dicari di google), penugasan tersebut dapat mengasah rasa ingin tahu anak-anak untuk memcari jawabannya. Guru harus kreatif dalam memberikan penugasan.”
KPAI mendorong Dinas Pendidikan setempat dan kepala sekolah untuk mengevaluasi metode guru dalam memberikan tugas kepada para siswanya jika ternyata menimbukan beban berlebihan kepada peserta didik.
Menurut KPI, Home Learning dan Online Learning yang diharapkan itu adalah para guru dan siswa berinteraksi secara virtual. Adanya interaksi seperti hari-hari biasa normal. Bedanya, interaksinya sekarang ini secara virtual. Bukan sekedar memberi tugas-tugas online. Bukan itu yang diharapkan siswa dan orangtua. Para guru harus keluar dari kebiasaan bahwa tugas ke siswa sama dengan memberi soal. Banyak kreativitas lain yang justru menimbulkan semangat dan mengasah rasa ingin tahu anak-anak. []