AS kembali menunjukkan dominasinya. Setelah meraup nobel fisika, kimia dan kedokteran, negara adidaya kembali menampilkan supremasinya dalam ekonomi. Richard H. Thaler, ekonom University of Chicago dinobatkan sebagai Nobelis Ekonomi 2017.
Gurubesar ekonomi berusia 72 tahun itu dinilai berjasa mengembangkan ilmu perilaku ekonomi. Dia mampu mengintegrasikan bagaimana konsep dan asumsi psikologi manusia dapat menjelaskan rasionalitas dalam perilaku pasar dan ekonomi secara umum.
“Dalam penelitiannya, Thaler berhasil mengintegrasikan asumsi-asumsi psikologis yang realistis ke dalam analisis pengambilan keputusan dan perilaku ekonomi,” kata Goran K Hansson, Ketua Komite Nobel Akademi Sains Kerajaan Swedia (SRAS) seperti dikutip AFP (9/10/2017).
Komite Nobel menyebut dosen dan peneliti Booth School of Business pada University of Chicago telah lama mengeksplorasi konsekuensi rasionalitas terbatas, preferensi sosial, dan kurangnya pengendalian diri manusia. Thaler dinilai telah berhasil menunjukkan bagaimana sifat-sifat manusia ini secara sistematis mempengaruhi keputusan individu, juga perilaku pasar dan ekonomi.
‘’Sebagai akademisi, Thaler telah sukses membangun jembatan ilmiah antara analisis ekonomi dan psikologis untuk pengambilan keputusan individual maupun institusional,’’ ungkap Hansson.
Akuntansi Mental
Seperti diketahui, Thaler mengembangkan teori “akuntansi mental” yang menjelaskan bagaimana orang membuat keputusan keuangan dengan membuat akun terpisah di benak mereka, memusatkan perhatian pada dampak sempit daripada keseluruhan efeknya.
Selain itu dalam penelitiannya, Thaler membahas mengenai konsep keadilan. Konsep itu menunjukkan bagaimana kekhawatiran konsumen dapat menghentikan perusahaan menaikkan harga pada periode permintaan tinggi.
Dia juga berhasli menjelaskan bagaimana banyak orang menyerah pada godaan belanja untuk kebutuhan jangka pendek. Akibatnya, banyak orang gagal merencanakan dan menabung untuk usia lanjut.
Thaler sendiri merupakan ekonom yang cukup produktif dalam menerlukan buku. Karyanya yang paling terkenal berjudul Nudge : Improving Decisions About Health, Wealth and Happiness. Buku terbitan Yale University Press 2008 ini ditulis bersama Cass R. Sunstein. Buku ini menjelaskan tentang bagaimana masyarakat dan organisasi (termasuk pemerintah) dapat membantu orang agar dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam keseharian.
Orang, tulis Thaler, seringkali membuat keputusan yang salah dan akhirnya menyesal. “Kita melakukan ini karena sebagai manusia, kita semua sangat mudah terpengaruh dengan banyak hal yang kurang baik dan akhirnya dapat mengakibatkan kesalahan dalam pendidikan, keuangan pribadi, kesehatan, kredit, kebahagiaan dan bahkan dapat merusak dunia.”
Buku tenar lainnya yang antara lain berjudul “Quasi-Rational Economics” ; “The Winner’s Curse: Paradoxes and Anomalies of Economic Life” dan “Advances in Behavioral Finance.” Keduanya membahas tentang paradox dan anomali keputusan ekonomi yang berbasis pertimbangan kuasi-rasional serta perilaku finansial sebagai ekspresi psikologis.
Thaler lahir di New Jersey, 1945. Dia tercatat lulus meraih gelar sarjana ekonomi dari Case Western Reserve University pada 1967. Ia menerima gelar master ekonomi dari University of Rochester pada 1970 dan gelar doktor pada 1974. Selain dosen ekonomi di Rochester, Thaler juga tercatat telah bergabung dengan University of Chicago’s Booth School of Business sejak 1995.
Nudge Theory
Secara sederhana NudgeTheory, menyarankan bahwa dalam membuat suatu pilihan (bisa juga peraturan atau anjuran) seharusnya berdasarkan pada bagaimana seseorang berpikir dan mengambil keputusan (lebih menggunakan insting dan seringkali tidak rasional atau mungkin boleh dibilang emosional). Dibandingkan dengan pemimpin dan pemerintah yang sering berasumsi dan percaya bahwa seseorang selalu berpikir dan mengambil keputusan dengan rasional dan menggunakan logika.
Menurut Thaler dan Sunstein, dorongan (Nudge) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan arsitektur pilihan yang mengubah prilaku seseorang dengan terukur dengan tidak membatasi pilihan atau secara signifikan mengubah keuntungan ekonomisnya. Agar bisa dianggap sebagai dorongan maka sebuah intervensi haruslah mudah dan tidak memakan biaya untuk dihindari. Dorongan bukanlah sebuah keharusan.
Sebagai contoh untuk mempengaruhi agar orang makan makanan yang sehat. Meletakkan buah di rak yang selevel dengan mata kita (eye level) adalah dorongan sedangkan melarang orang makan Junk food adalah bukan sebuah nudge.
Dalam kehidupan pribadi contoh antara dorongan atau bukan, misalnya jika sedang diet akan lebih positif menggunakan piring yang lebih kecil dibandingkan dengan menghitung berapa kalori yang sedang kita makan.
Di lingkungan umum, misalnya daripada menempelkan banyak tanda larangan membuang sampah sembarangan mengapa kita tidak menaruh banyak tempat sampah di lokasi yang mudah terlihat.
Dalam ritel sebenarnya Nudge Theory sudah lama diterapkan, seperti contoh di atas. Jika kita ingin meningkatkan penjualan suatu jenis barang, maka cara yang termudah adalah dengan meletakannya di rak yang paling terlihat oleh mata.
Contoh lainnya, orang yang berkunjung ke toko atau mal, tanpa catatan belanja, akan cenderung banyak membeli sesuatu yang tidak direncanakan (impulse buying). Temasuk nudge juga ketika orang ingin mencukupi kandungan gizi makanan dan minuman dengan mengkonsumsi junk food, bukan bahan pangan alami. Faktanya, junk food dengan paparan komposisi nutrisi ‘semi’ memang lebih menggoda. Apalagi makanan alami acap tak menarik penampilannya.
Pemerintah Spanyol termasuk sukses menerapkan Nudge Theory untuk masalah donor organ. Spanyol akan menganggap semua penduduk setuju untuk mendonasikan organnya (setelah meninggal). Kecuali jika ada sanggahan atau pernyataan keberatan dari yang bersangkutan untuk mendonasikan organ.
Perilaku Ekonomi
Thaler diakui merupakan satu dari pionir perilaku ekonomi dan finansial. Selama 40 tahun, Thaler mempelajari bias dan godaan manusia atas keputusan ekonomi dan finansial ketika banyak ekonom lain lebih melihat orang mengambil keputusan finansial secara rasional.
Thaler merupakan salah satu pionir dalam kajian bahwa manusia kadangkala membuat keputusan irasional dan bagaimana manusia bisa didorong untuk membuat keputusan yang lebih pintar. “Dia membuat ekonomi lebih manusiawi,” kata Peter Gärdenfors, anggota komite Nobel.
“Temuan Thaler telah menginspirasi banyak peneliti untuk mengikuti jejaknya dan ia telah membuka jalan bagi terciptanya bidang baru dalam ekonomi yang kita sebut ekonomi perilaku,” jelas Per Stroemberg, anggota Komite Nobel 2017.
Karya-karya Thaler dikenal tak hanya di lingkungan akademis. Bukunya, Nudge: Improving Decisions About Health, Wealth and Happiness, amat populer. The Economist dan Financial Times mendapuk buku ini sebagai book of the year 2009.
”Teori nudge membantu masyarakat menjadi lebih bijaksana dalam mengambil keputusan ekonomi,” katanya.Thaler dan Sunstein berpandangan, dengan memahami bagaimana seseorang membuat keputusan, ekonomi perilaku dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah di masyarakat dan memengaruhi kebijakan publik.
Buku tersebut juga turut memengaruhi bagaimana pemerintah membuat keputusan. Perdana Menteri Inggris, David Cameron, pada 2010 mendirikan Behavioral Insight Team atau Nudge Unit. Sekaligus mengangkat Thaler sebagai penasihat Pemerintah Inggris. Tujuannya mencari cara-cara inovatif untuk mengubah perilaku publik agar bisa meningkatkan perekonomian Inggris.
Mengacu pandangan Thaler pula, pemerintahan Presiden Barack Obama pada 2015 menerbitkan regulasi bertajuk Using Behavioral Science Insights to Better Serve the American People. Kebijakan ini mendorong depatemen dan lembaga federal untuk mengidentifikasi kebijakan, program, dan langkah di mana mengaplikasikan pandangan dalam ilmu perilaku dapat berdampak pada perbaikan kesejahteraan masyarakat, hasil program, dan efektivitas penghematan biaya.
Pendeknya, Teori Nudge membantu masyarakat menjadi lebih bijaksana dalam mengambil keputusan ekonomi. Maka, berkat kiprahnya dalam pengembangan teori ekonomi perilaku, Richard H Thaler dinyatakan berhak atas hadiah senilai 9 juta krona Swedia (sekitar Rp 15 miliar). Dia tercatat sebagai Nobel Ekonomi ke-29 yang berasal dari University of Chicago selama 49 tahun usia penghargaan itu.
Teori itu, menurut Hansson, membuat publik mempertimbangkan kondisi psikologi mereka saat hendak mengambil keputusan ekonomi. Sebab, keputusan tersebut akan sangat memengaruhi perilaku ekonomi mereka dan akhirnya juga pasar.
Kepada pers, Thaler mereaksi berita kemenangannya dengan antusias. Saya ditanya, untuk apa saja hadiah sebesar itu untuk usia yang tidak muda? Sambil berseloroh, dia menjawab: ”Saya akan membelanjakan uang hadiah itu secara sangat tidak rasional.”
Dedi Junaedi