Jakarta, Gontornews — Pertumbuhan ekonomi Indonesia belum menggembirakan, kebijakan yang diterapkan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi rumah tangga, belanja Pemerintah, investasi, dan net ekspor malah dianggap seperti paradoks. hal ini disoroti oleh Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati dalam evaluasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan rencana kerja Kementerian Keuangan tahun anggaran 2020.
“Kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi kita adalah dari konsumsi, sedangkan konsumsi berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tapi kebijakan yang diterapkan pemerintah itu seperti paradoks, karena ketika konsumsi berpengaruh secara signifikan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), justru daya beli masyarakat ditekan terus,” kata Anis di sela-sela Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama jajaran Kemenkeu di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin lalu (5/11).
Kebijakan pemerintah yang disoroti Anis seperti kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kenaikan tarif tol, hingga kenaikan tarif listrik yang dinilai dapat menekan daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat menurun, maka konsumsi akan menurun. Khawatirnya, jika hal ini kebijakan ini terus berlangsung tanpa adanya peninjauan kembali, maka target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen tidak akan tercapai.
Tidak hanya itu, lanjut politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, dari sisi pemerintah, dalam hal ini Kementerian dan Lembaga (K/L) masih belum terlihat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Anis menilai masih besarnya anggaran belanja pegawai, bahkan paling banyak untuk belanja bansos. Padahal, dengan digencarkannya infrastruktur tentu akan membutuhkan modal dan investasi besar.
“Belum lagi investasi, apa lagi ini, yang dipengaruhi lingkungan global. Kita tahu lingkungan global sedang melemah semua, bahkan negara adidaya seperti Amerika Serikat juga sedang melemah. Walau kita sudah memacu kemudahan investasi, tetapi karena kondisi tidak mendukung makanya investor juga masih wait and see,” tambahnya.
Selisih antara nilai ekspor dan impor, atau net ekspor, juga menjadi faktor yang disebutkan penting oleh legislator dapil DKI Jakarta I ini. Menurutnya, kebijakan Pemerintah selama ini hanya berkonsentrasi menekan impor, sedangkan ekspor tidak ditingkatkan. “Jadi kalau dilihat dari keempat indikatornya (pertumbuhan ekonomi), ini belum menjanjikan untuk bisa membaik kedepannya,” ujar Anis.