Tunis, Gontornews — Presiden Tunisia Kais Saied, Jumat (30/12/2022), memutuskan untuk memperpanjang status darurat nasional hingga 30 Januari 2023 mendatang. Keputusan ini menjadi yang kedua setelah ia menetapkan status darurat pada Februari hingga akhir tahun lalu sejak ia terpilih menjadi Presiden Tunisia.
Sejatinya, status darurat nasonal di Tunisia sudah berlangsung sejak 24 November 2015 setelah kelompok ISIS menyerang ibukota Tunis dan menewaskan 12 pengawal presiden. Pada tahun yang sama, ISIS juga bertanggung jawab atas serangan di Museum Bardo di Sousse dan menewaskan 59 turis dan seorang petugas polisi.
Sejak pemberlakuan keadaan darurat, banyak serangan terjadi di negara Afrika Utara tersebut termasuk serangan bom bunuh diri yang menewaskan satu petugas polisi dan melukai lima orang lain pada tahun 2020.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan terhadap situasi keadaan darurat di Tunisia. Mereka menganggap bahwa penetapan status darurat tersebut digunakan oleh pemerintah untuk menekan lawan politik dan aktivis.
Dalam sebuah laporan pada bulan Februari, Human Rights Watch menyebut Pemerintah Tunisia telah menerapkan tindakan luar biasa di bawah keadaan darurat termasuk melakukan aksi penahanan yang dilakukan secara diam-diam.
Tahun lalu, Saied merebut kekuasaan pemerintahah Tunisia. Lawan politik Saied menyebut kemenangannya sebagai kudeta konstitusional. Kemenangan Saied membuat para pendukung demokrasi hanya memiliki sedikit pilihan.
Pada Juli 2021, Saied memecat Perdana Menteri dan menangguhkan parlemen. Saat itu, Saied mendorong upaya referendum konstitusional untuk mengabadikan kepemimpinannya pada awal tahun 2023.
Pada pelaksanaan pemilihan umum tahun 2022, tercatat kurang dari sembilan persen keikutsertaan warga Tunisia. Middle-East Eye melaporkan bahwa angka ini tidak memenuhi syarat pelaksanaan pemilihan umum. Angka ini juga menunjukkan penurunan drastis partisipasi pemilihan umum pada tahun 2019 dengan 42 persen dari total populasi warga Tunisia. selain itu, penurunan ini juga memunculkan banyak pertanyaan terkait cengkeraman kekuasaan Saied yang terus berlanjut.
“Kami tidak lagi menerima jalan saat ini karena ambiguitas aturan individu dan kejutan yang tidak menyenangkan. Ia bersembunyi demi nasib negara dan demokrasi,” ucap perwakilan Partai Buruh Tunisia, Union Générale Tunisienne du Travail (UGTT), yang memiliki satu juta anggota dan mewakili lebih dari delapan persen populasi Tunisia. [Mohamad Deny Irawan]