Jakarta, Gontornews — Wakil Ketua MPR RI dari FPKS sekaligus Anggota DPR RI Komisi VIII yang di antaranya membidangi urusan agama, Hidayat Nur Wahid, mengingatkan agar Kementerian Agama mengakomodir tiga jenis pesantren yang sudah disahkan dalam UU Pesantren, pada penyaluran program dana abadi pesantren termasuk program beasiswa/beasantri. HNW, sapaan akrabnya mengingatkan, jangan sampai program beasiswa/beasantri yang bersumber dari dana abadi pesantren yang mulai banyak direalisasikan Kemenag tahun ini, justru jadi persoalan baru di kalangan internal pengasuh tiga jenis pesantren yang diakui oleh UU Pesantren.
“Saya mengapresiasi Kementerian Agama yang menindaklanjuti aspirasi kami agar dana abadi pesantren segera direalisasikan secara adil, di mana salah satu bentuknya merupakan beasiswa untuk meningkatkan kualitas santri maupun pengasuh pesantren tanpa membeda-bedakan. Kemenag harus pastikan seluruh pesantren yang diakui dalam UU Pesantren, memperoleh informasi dan peluang yang sama dalam mengakses dan mendapat manfaat dari program beasiswa ini,” ujar HNW dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/11).
Anggota DPR RI Fraksi PKS ini menjelaskan, dirinya menerima aspirasi dari kalangan pesantren terkait program non-gelar yang seleksinya sedang berjalan dalam bentuk Program Persiapan Beasiswa. Pada booklet yang dikeluarkan Kemenag di situs resminya, ada teks yang menimbulkan kesan bahwa baik di Persyaratan Umum maupun Persyaratan Khusus, Kemenag tidak menyebut semua jenis pesantren yang sudah diakui oleh UU Pesantren.
“Sehingga sebagian pengasuh pesantren dari jenis yang tidak disebut dalam pengumuman Kemenag itu jadi sangat khawatir adanga diskriminasi atau tidak dilaksanakannya ketentuan UU Pesantren secara baik dan benar. Sehingga kalau itu dibiarkan, maka jika pun mereka mendaftarkan diri dan menyelesaikan proses administrasi, peluang untuk lolos mendapatkan beasiswa tersebut kecil, atau bahkan sejak awal diposisikan untuk tidak akan lolos administrasi,” paparnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini mengutip UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, di Pasal 5 jelas disebutkan bahwa pesantren terdiri atas pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning; pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin; atau pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum.
Kemudian di Pasal 49 disebutkan bahwa Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan, yang ketentuannya diatur di dalam Peraturan Presiden. Ketentuan itu dituangkan dalam Perpres Nomor 82 tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. Di Pasal 23 tentang Dana Abadi Pesantren, hanya mengamanatkan agar dana tersebut digunakan untuk fungsi pendidikan pesantren, dan tidak menyebut adanya penganakemasan satu jenis pesantren dengan berlaku tidak adil pada jenis pesantren lainnya.
“Artinya memang seluruh jenis Pesantren yang diakui oleh UU Pesantren, harusnya diberi peluang yang adil dan sama dalam pemanfaatan dana abadi pesantren, tidak boleh satupun jenis pesantren yang diakui UU tapi malah diabaikan,” sambungnya.
Hidayat masih berbaik sangka, bahwa penerbitan booklet soal program beasiswa yang dipahami hanya fokus ke jenis pesantren tertentu tersebut hanya perkara teknis di kesekretariatan Kemenag saja, sehingga akan segera diperbaiki agar secara prinsip semua jenis pesantren yang diakui UU akan tetap diakomodir dalam program beasiswa ini.
Namun, mispersepsi yang terbangun di sebagian kalangan pengasuh Pesantren, tetap harus diluruskan oleh Kemenag agar kondisi serupa tidak terjadi lagi ke depannya.
“Oleh karena itu Kemenag harus menyampaikan klarifikasi dan koreksi, dan segera meningkatkan sosialisasi dengan menghadirkan perwakilan dari tiga jenis pesantren yang diakui oleh UU Pesantren saat mengumumkan program beasiswa yang bersumber dari dana abadi pesantren. Sehingga semua pihak merasakan adanya keadilan dan keterbukaan akses, hingga semakin termotivasi untuk mendaftarkan diri, menyukseskan program Kemenag, dan akhirnya bisa terjadi peningkatan kapasitas sumber daya di seluruh jenis pesantren yang diakui dalam UU Pesantren,” pungkasnya. []