Mayoritas usia kami kini memasuki 40 tahun, kami tamat menyelesaikan pendidikan sebagai santri akhir KMI Pondok Modern Darussalam Gontor 20 tahun silam tepatnya pada tahun 2000.
Usia 40 adalah usia lahir kembali, ada yang mengatakan life begins at forty.
Inilah saat yang tepat bagi kami untuk mengevaluasi diri sejauh mana aktualisasi diri baik secara dhahir maupun bathin.
Saudara kami yang kini jadi tokoh agama di sebuah desa terpencil bernama Senori di Kabupaten Tuban, Jatim, KH Jauhari Fahmi, mengingatkan kami semua pentingnya muhasabah diri di usia 40 sebagai bentuk implementasi amanah atas pengamalan ilmu yang didapatkan di Gontor.
Tentunya disesuaikan dengan beragam bidang berbeda yang kini kami geluti.
Suara khas Kiai Jauhari yang biasa kami panggil Gus Jo menggetarkan hati kami.
Dengan suaranya yang hampir mirip-mirip Kiai Musthofa Bisri, Gus Jo memantulkan kalimat-kalimat tausiyah yang begitu kuat menghantam dada.
Kami tak heran mendengar tausiyah Gus Jo dengan intonasi seperti itu, beliau adalah pembaca puisi terbaik di angkatan kami kala itu.
Suasana halal bi halal LAVIOLA G-2000, Kamis 20 Mei 2020 semalam begitu terasa khidmat meski dilakukan secara virtual.
Tercatat di aplikasi zoom ada 81 peserta yang mengikuti kegiatan ini. Pesertanya pun beragam dan hampir komplit mengglobal dari berbagai penjuru dunia.
Seperti kebiasaan para senior maupun yunior alumni Gontor lintas angkatan lainnya, kami alumni angkatan tahun 2000 juga mengikuti sunnah alumni Gontor bertebaran di belahan bumi bukan hanya di bumi pertiwi dengan mengemban satu misi yang sama yakni, “Dimanapun kalian berada di situ kalian bertanggung jawab atas ke-Islamannya”.
Peserta halal bi halal terjauh dari Benua Amerika, akhuna Imad Yusri, yang kini menjalankan tugas negara sebagai Diplomat di Argentina.
Kemudian akhuna Eko Nur Cahyo, kader Gontor yang kini sedang berada di Benua Eropa menempuh studi program Doktoral di Negeri Ratu Elizabeth, Inggris.
Tak ketinggalan juga akhuna Mas’udin, seorang dosen yang kini menetap di Singapura. Bahkan akhuna Radhi Iskandar yang kini menetap di Sydney pun harus rela keluar rumah untuk bangun tengah malam karena di Australia sudah pukul 01.00 dini hari ketika kami menggelar acara halal bi halal.
Dari dalam negeri sendiri hampir merata dari ujung Sumatera hingga Halmahera. Kami tak ingin silaturrahmi ini berlangsung ambyar begitu saja tanpa menghasilkan sesuatu yang kongkrit.
5 tahun silam ketika kami menggelar reuni 15 tahun jadi alumni KMI yang digelar di Gontor kami menghasilkan karya monumental penulisan buku sejarah pendiri Gontor TRIMURTI yang kami wakafkan ke almamater tercinta.
Dan kini buku TRIMURTI itu bisa dinikmati khalayak umum.
Lewat momentum halal bi halal, kami semua bersepakat akan melanjutkan penulisan sejarah Gontor yang utuh dengan melibatkan banyak pihak termasuk bekerjasama lintas angkatan baik yunior terutama para senior untuk memperkaya khazanah kesejarahan dan literasi Gontor.
Pada puncaknya nanti, insya Allah kita semua akan mewujudkan didirikannya museum sejarah Gontor yang semoga bisa direalisasikan ketika 100 tahun Gontor nanti.
Di luar dari itu, kami akan kembali menyusun strategi mendorong dan mendukung potensi-potensi angkatan kami untuk bersinergi saling membantu di berbagai bidang.
Alhamdulillah, strategi sinergi yang kami rencanakan 5 tahun silam kini mulai membuahkan hasil.
Beberapa di antara kami kini ada yang jadi Diplomat, Ekonom di Kemenkeu, Pimpinan Lembaga Pendidikan Pesantren dan Perguruan Tinggi, Entrepeneur, Beberapa Doktor, ada juga yang terjun ke dunia politik jadi Wakil Rakyat DPR RI dan DPRD.
Kami semua menyadari harakah ini belum sepenuhnya berhasil. Harus diakui masih jauh dari sempurna ketika kami melihat saudara-saudara kami yang lain yang harus kami support.
Disitulah kami makin tertantang untuk mengimplementasikan salah satu Panca Jiwa pondok yakni “Ukhuwah Islamiyah”.
Setidaknya dari komunitas kecil ini kami berbuat untuk terus meninggikan Kalimatillah. Salam persahabatan dari kami “ALMUHIM ITTIFAQ”