Dhaka, Gontornews — Pemerintah Bangladesh, Kamis (1/7/2021), mulai memberlakukan penguncian ketat demi membatasi penyebaran Covid-19.
Secara khusus, badan kesehatan dunia, WHO, mengkhawatirkan pemberlakuan sertifikat vaksinasi sebagai syarat perjalanan antar negara oleh Uni Eropa. WHO menganggap penambahan kasus dalam beberapa waktu terakhir di Eropa justru bisa menjadi pemicu naiknya kasus positif Covid-19.
WHO mencatat bagaimana Rusia mencapai rekor tertinggi penambahan kasus Covid-19 harian dalam beberapa waktu terakhir. Rusia berdalih varian Delta sebagai penyebab meningkatnya angka positif Covid-19 di wilayahnya. Setali tiga uang, Bangladesh pun mengalami hal serupa bahkan dalam tingkat yang lebih mengkhawatirkan dan berbahaya.
Pemerintah Bangladesh memutuskan untuk melakukan penguncian mulai Kamis. Beberapa jalan utama Bangladesh terlihat kosong dan hanya menyisakan patroli petugas keamanan. Pemerintah membatasi pergerakan masyarakat kecuali untuk kebutuhan darurat dan membeli kebutuhan pokok.
“Banyak orang sekarang dan mulai terinfeksi,” kata seorang pengusaha Bangladesh, Touhidul Islam Chowdhury, yang dilansir Channel News Asia dari AFP.
“Seharusnya, pemerintah mengerahkan tentaranya sejak awal,” imbuhnya.
Kini, banyak rumah sakit di Bangladesh yang sedang berjuang keras terutama wilayah yang berbatasan langsung dengan India. Beberapa pedesaan di Bangladesh bahkan telah mencatatkan penambahan infeksi hingga 70 persen.
Sementara itu, media lokal Bangladesh, Dhaka Tribune melaporkan bahwa pemerintah memutuskan menggratiskan biaya tes Covid-19 bagi warga miskin selama bulan Juli. Pemerintah berdalih bahwa pandemi telah menyebabkan kondisi keuangan warga miskin semakin memburuk.
Karena alasan tersebut, pemerintah telah mengarahkan institusi kesehatan masyarakat untuk menyelenggarakan tes Covid-19 gratis bagi masyarakat.
Otoritas kesehatan Bangladesh melaporkan penambahan 8.301 kasus baru dan 143 kematian akibat Covid-19 pada Kamis. Pemerintah pun telah memutuskan untuk melakukan penguncian total selama satu pekan ke depan. [Mohamad Deny Irawan]