Bulan Mei 2021 sorotan dunia tertuju pada konflik antara Israel dan Palestina. Penyerangan selama 11 hari Israel atas Gaza, wilayah Palestina yang dikuasai Hamas, merupakan serangan terakhir yang menyebabkan ratusan korban jiwa. Perang berhasil diredam setelah Mesir menjadi penengah konflik. Apa akar masalah konflik Palestina-Israel?
Jumlah penduduk di Jalur Gaza yang tewas dalam peperangan antara Israel dan Palestina yang berlangsung selama 11 hari mencapai 232 orang, 65 di antaranya anak-anak. Sementara penduduk Gaza yang luka-luka mencapai 1.900 orang. Sedangkan jumlah korban tewas di pihak Israel tercatat sebanyak 12 orang.
Konflik yang terjadi bertahun-tahun di Palestina ini bermula ketika adanya Deklarasi Balfour yang dikeluarkan pada tanggal 2 November 1917. Saat itu Inggris secara terbuka berjanji untuk mendirikan “rumah nasional” bagi orang-orang Yahudi di Palestina.
Sebelum ada Deklarasi Balfour, pada tahun 1897 berdiri sebuah Organisasi Zionis Internasional atau The World Zionist Organisation oleh sejumlah orang Yahudi Eropa di Basel, Swiss, yang diketuai oleh Theodor Herzl. Organisasi ini bertujuan mendirikan sebuah negara khusus orang-orang Yahudi di tanah Palestina. Beberapa tahun kemudian, Zionis mulai mendorong migrasi lebih lanjut ke Palestina dengan harapan Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat akan mendukungnya.
Pernyataan itu datang dalam bentuk surat dari Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour yang ditujukan kepada tokoh komunitas Yahudi Inggris Lionel Walter Rothschild. Surat dibuat selama Perang Dunia I (1914-1918) dan dimasukkan dalam persyaratan mandat Inggris untuk Palestina setelah pembubaran Kekaisaran Ottoman (Khilafah Utsmani).
Deklarasi Balfour ini oleh aktivis-sarjana Palestina Walid Khalidi disebut sebagai “satu-satunya dokumen politik paling merusak di Timur Tengah pada abad ke-20.” Tidak ada dokumen dalam sejarah Timur Tengah yang memiliki pengaruh sebanyak Deklarasi Balfour tentang penderitaan rakyat Palestina saat ini.
Perdana Menteri Inggris David Lloyd George adalah orang Kristen Evangelis Welsh dan salah satu dari sekelompok politisi Kristen yang taat. Dia menganggap pendirian tanah air Yahudi sebagai pemenuhan nubuatan alkitabiah, bahwa orang-orang yang telah lama teraniaya akan dapat kembali dari pengasingan ke tanah air mereka.
Pada 1914, Pemimpin Zionis Chaim Weizmann melakukan kontak dengan Rothschild dan mulai melobi anggota pemerintah Inggris. Setahun kemudian, kabinet Inggris untuk pertama kalinya membahas gagasan tanah air bagi orang Yahudi di Palestina.
Sejak dimulainya mandat, Inggris mulai memfasilitasi migrasi orang-orang Yahudi Eropa ke Palestina. Antara 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat dari sembilan persen menjadi hampir 27 persen.
Deklarasi Balfour memperkenalkan sebuah gagasan rumah nasional. Gagasan ini belum pernah terjadi dalam hukum internasional. Penggunaan istilah “rumah nasional” membuat maknanya menjadi multitafsir.
Dilansir Aljazirah, pada 1919, Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson menunjuk sebuah komisi untuk melihat opini publik tentang sistem mandat di Suriah dan Palestina. Penyelidikan itu dikenal sebagai komisi Raja-Bangau. Diketahui bahwa mayoritas warga Palestina menyatakan oposisi yang kuat terhadap Zionisme.
Tokoh politik dan nasionalis Palestina, Awni Abd al-Hadi, mengutuk Deklarasi Balfour dalam memoarnya. Dia mengatakan itu dibuat oleh orang asing Inggris yang tidak memiliki klaim atas Palestina kepada seorang Yahudi asing yang tidak memiliki hak.
Pada 1920, Kongres Palestina Ketiga di Haifa mengecam rencana pemerintah Inggris untuk mendukung proyek Zionis dan menolak deklarasi tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan hak-hak penduduk asli. Surat kabar yang memuat opini Palestina ditutup oleh Ottoman pada awal perang 1914 dan baru muncul kembali 1919 di bawah pengawasan militer Inggris.
Pada November 1919, ketika surat kabar al-Istiqlal al-Arabi yang berbasis di Damaskus dibuka kembali, salah satu artikel menanggapi pidato publik oleh Herbert Samuel, seorang menteri kabinet Yahudi di London pada ulang tahun kedua Deklarasi Balfour. Dia mengatakan “Negara kita adalah Arab, Palestina adalah Arab, dan Palestina harus tetap Arab.”
Sebelum deklarasi dan mandat Inggris, surat kabar pan-Arab sudah memperingatkan motif gerakan Zionis dan hasilnya yang menggusur warga Palestina dari tanah mereka. Meningkatnya imigrasi Yahudi di bawah mandat menciptakan ketegangan dan kekerasan antara orang Arab Palestina dan Yahudi Eropa.
Mulai 1920 dan seterusnya, orang Arab Palestina menandai peringatan deklarasi tersebut dengan protes yang terkadang berubah menjadi kekerasan. Sementara itu, Arthur Balfour tidak pernah menyesal atas deklarasi yang ia keluarkan. Ketika Israel mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1948, terjadi perang sebagai tanggapan penolakan itu.
Di tahun yang sama, orang Palestina harus menerima malapetaka atau yang dikenal sebagai Hari Nakbah. Sebanyak 700 ribu orang Palestina diusir dengan kejam dari rumah mereka dan dipaksa untuk hidup di bawah pendudukan atau di luar Palestina.
Di sisi lain, para Zionis merayakan sosok Balfour. Jalan-jalan di kota besar termasuk Yerusalem mengabadikan namanya. Misal, Balfouria, sebuah pemukiman di selatan Nazareth yang didirikan untuk menghormati Balfour 1922. Bahkan setiap tanggal 2 November Israel memperingati Hari Balfour.
Perubahan Wilayah Palestina
- Selama Perang Dunia Pertama, Inggris membuat beragam perjanjian kontroversial untuk mendapat sokongan dari berbagai pihak di Timur Tengah. Paling tersohor adalah Deklarasi Balfour, sebuah komitmen disampaikan pemerintah Inggris secara terbuka untuk membangun sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina.
Pada 31 Oktober 2017, pasukan Inggris mencaplok wilayah Palestina dari Kekhalifahan Utsmaniyah, mengakhiri pemerintahan Islam selama 1.400 tahun di daerah ini. Pada 1920, mulai berlaku Mandat Inggris di Palestina sampai 28 tahun lamanya. Sebelum Inggris berkuasa, hanya terdapat enam persen orang Yahudi dari keseluruhan penduduk Palestina.
1918-1947. Kekuasaan Inggris di Palestina memfasilitasi imigrasi orang-orang Yahudi dari Eropa ke Palestina selama 1920-an hingga 1930-an. Sehingga jumlah warga Yahudi di Palestina bertambah dari enam persen pada 1918 menjadi 33 persen di 1947.
1920-1946. Menurut data resmi pemerintah Inggris, sebanyak 376.415 imigran Yahudi, kebanyakan dari Eropa, tiba di Palestina selama 1920-1946. Puncaknya terjadi pada 1935, yakni 61.854 warga Yahudi pindah ke Palestina.
- Usai Perang Dunia Kedua, PBB baru terbentuk mengajukan sebuah rencana membagi dua wilayah Palestina, yakni 55 persen buat orang Palestina dan 45 persen bagi kaum Yahudi. Yerusalem akan tetap di bawah kontrol internasional.
- Pada 14 Mei 1948, Mandat Inggris di Palestina berakhir dan memicu meletupnya Perang Arab-Israel pertama. Pasukan militer Zionis berhasil mengusir paling tidak 750 ribu orang Palestina dari kampung halaman mereka dan merampas 78 persen wilayah Palestina. Sedangkan sisanya dibagi dua ke dalam Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pertempuran berlanjut sampai tercapainya gencatan senjata antara Israel dengan Mesir, Lebanon, Yordania, dan Suriah pada Januari 1949. Perbatasan versi gencatan senjata itu dikenal sebagai Garis Hijau dan secara umum diakui sebagai batas wilayah antara Israel dan tepi Barat. Garis Hijau juga dipandang sebagai batas wilayah antara Israel dan Palestina sebelum pecah Perang Enam Hari pada 1967.
- Selama Juni 1967, Israel mencaplok semua wilayah Palestina dan mengusir 300 ribu warga Palestina dari rumah-rumah mereka. Israel juga merebut Dataran Tinggi Golan di bagian utara dan Semenanjung Sinai di sebelah selatan Palestina.
- Pada 1978, Mesir dan Israel menandatangani perjanjian damai Camp David sekaligus menandai pembukaan hubungan diplomatik antara kedua negara. Mesir menjadi negara Arab pertama berdamai dengan negeri Bintang Daud itu.
1993 dan 1995. Perjanjian Oslo menandai kesepakatan damai pertama dicapai antara Palestina dan Israel. Perjanjian ini melahirkan Otoritas Palestina berwenang mengatur keamanan internal, pemerintahan, dan urusan sipil lainnya di wilayah yang mereka kuasai untuk periode lima tahun.
Peta Palestina Sekarang
Kalau digabung, wilayah Palestina dan Israel seluas 26.790 kilometer persegi. Wilayah dikuasai Palestina meliputi Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebesar 6.020 kilometer persegi. Terdiri dari Gaza seluas 365 kilometer persegi. Sedangkan Tepi Barat dan Yerusalem Timur seluas 5.655 kilometer persegi.
Sedangkan Israel sebesar 20.770 kilometer persegi berdasarkan Garis Hijau. Wilayah Palestina sudah dikuasai miiter Israel sejak 1967 sekaligus menjadi penjajahan terlama dalam sejarah dunia modern.
Pada 18 November 2019, Amerika menyatakan permukiman Yahudi di Tepi Barat tidak melanggar hukum internasional.
Selain oleh permukiman Yahudi, wilayah Palestina makin tercabik-cabik lantaran berdiri Tembok Pemisah di Tepi Barat, sepanjang paling tidak 700 kilometer persegi. Dinding apartheid ini dibangun sejak 2002 dan 85 persennya dibuat di atas wilayah Tepi barat dan bukan di Garis Hijau menjadi pembatas antara Israel dan Tepi Barat.
Israel sejatinya sudah dua kali melakukan aneksasi, yakni Yerusalem Timur pada 1980 dan Dataran Tinggi Golan pada 1981. Pemerintah Amerika pada 25 Maret 2019 mengakui Golan sebagai wilayah kedaulatan Israel.
Israel sudah menguasai Yerusalem Barat sejak 1948 dan setelah mencaplok Yerusalem Timur pada 1967, Israel mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibukota abadi Israel dan tidak dapat dibagi dua dengan Palestina. Deklarasi ini tercantum dalam Hukum Dasar Yerusalem, disahkan oleh Knesset (parlemen Israel pada 1980).
Menurut Jerusalem Institute for Policy Research, sampai tahun 2020 terdapat 349.700 warga Israel dan 4.500 orang Palestina tinggal di Yerusalem Barat. Sedangkan 220.200 orang Israel dan 345 ribu warga Palestina bermukim di Yerusalem Timur. []