Ankara, Gontornews — Presiden Turki, Recep Tayep Erdogan menyatakan jika Israel dan Nazi memiliki obsesi yang sama. Hal itu disampaikan Erdogan dalam pidatonya kepada anggota Partai Keadilan dan Pembangunan (AK), Selasa (27/7).
“Obsesi Hitler dengan ras Aria sementara pemahaman Israel bahwa tanah kuno ini (Palestina) hanya dimaksudkan untuk orang Yahudi,” kata Erdogan, Aljazeera.
Bukan hanya itu, Erdogan juga mengatakan bahwa Israel adalah Negara Zionis paling fasis dan rasis yang ada di dunia. Hal tersebut lantaran Undang-undang Negara Yahudi yang kontrovesial telah diresmikan beberapa hari lalu.
Akibat Undang-undang itu, hubungan Turki dan Israel semakin memburuk setelah sebelumnya hubungan bilateral keduanya memburuk sejak pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap demonstran Palestina di sepanjang perbatasan Gaza.
Baik Turki maupun Israel saling melontarkan komentar negatif yang justru semakin memperkeruh hubungan kedua negara yang sudah tegang tersebut.
Erdogan mengkritik hukum kontroversial yang diadopsi oleh parlemen Israel yang diresmikan pekan lalu dan mendefinisikan negara sebagai negara-bangsa dari orang-orang Yahudi.
Undang-undang tersebut menurut Erdogan telah memprovokasi kekhawatiran yang mengarah pada diskriminasi nyata terhadap warga Palestina. Salah satunya membuat bahasa Ibrani sebagai bahasa nasional negara dan mendefinisikan pembentukan komunitas Yahudi sebagai kepentingan nasional.
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu melalui akun twiternya, menuduh Erdogan telah membantai warga Suriah dan Kurdi serta memenjarakan puluhan ribu warganya.
“Turki di bawah Erdogan menjadi kediktatoran gelap, sementara Israel secara cermat mempertahankan persamaan hak bagi semua warganya, sebelum dan sesudah hukum nasional,” kata Netanyahu.
Turki memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun 2010 setelah 10 aktivis pro-Palestina Turki dibunuh oleh pasukan komando Israel yang menaiki armada kapal milik Turki yang berusaha mengirim bantuan dan menghancurkan blokade maritim Israel selama bertahun-tahun di Jalur Gaza. [Devi Lusianawati]