Jakarta, Gontornews — Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan menolak keras terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/2017 tentang Perubahan atas UU no. 17/2013 tentang Organisasi kemasyarakatan. Menurut HTI, tidak ada alasan yang bisa diterima akan penerbitan aturan pengganti UU itu.
Juru bicara HTI, Ismail Yusanto mengatakan, semestinya pemerintah menjadi pihak pertama yang taat pada Hukum. Sebab, dalam aturan sebelumnya, pembubaran ormas harus dilakukan setelah 3 kali peringatan dan melalui pengadilan.
“Perppu tersebut mengandung sejumlah poin-poin yang bakal membawa negeri ini kepada era rezim Diktator yang represif dan otoriter,” kata Ismail di Kantor DPP HTI, Jakarta (12/7). Ia menguraikan, poin-poin yang dimaksudnya adalah:
1. Dihilangkannya proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas yang dalam pasal 61 membuka pintu kesewenang-wenangan, karena pemerintah akan bertindak secara sepihak dalam menilai, menuduh dan menindak ormas, tanpa ada ruang bagi ormas itu untuk membela diri.
2. Adanya ketentuan-ketentuan yang bersifat karet seperti larangan melakukan tindakan permusuhan terhadap SARA dan penyebaran paham lain yang dianggap bakal mengganggu Pancasila dan UUD 1945. Ini berpotensi dimaknai secara sepihak untuk menindas pihak lain.
3. Adanya ketentuan pemidanaan terhadap anggota dan pengurus ormas dalam pasal 82 ayat a. Ini menunjukkan Perppu menganut prinsip kejahatan asosiasi dalam mengadili pikiran dan keyakinan.
Berdasarkan semua hal tersebut, maka publik akan semakin mendapatkan bukti bahwa rezim yang berkuasa saat ini adalah rezim represif Anti Islam.
“Untuk itu, kami sampaikan pernyataan menolak keras terbitnya Perppu, karena ada 6 ormas lagi yang berpotensi akan dibubarkan,” ucapnya.[DJ]