Islamabad, Gontornews — Pemerintahan baru Pakistan menyebut bahwa memotong subsidi listrik bagi warga menjadi pilihan sulit yang bisa dilakukan. Pasalnya, akibat pemotongan subsidi listrik telah mengakibatkan devaluasi mata uang dan pemicu inflasi di Pakistan.
Sementara itu, bantuan dari Badan Moneter Internasional (International Monetery Fund/IMF) tak kunjung mendapatkan persetujuan. IMF berdalih bahwa keengganan mereka memberikan bantuan kepada Pakistan lebih disebabkan bahwa miliaran dolar AS telah disalurkan kepada negara-negara pemilik senjata nuklir guna mencegah pembayaran lain.
Ketimbang memberikan bantuan, IMF justru mendesak Pakistan untuk melakukan reformasi struktural guna menyeimbangkan kembali perekonomian dalam negeri dan mengendalikan belanja yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekononmi.
Tidak hanya itu, IMF juga memprediksi jika pertumbuhan ekonomi di Pakistan akan melambat menjadi hanya 4 persen pada tahun 2019 mendatang dan menukik sekitar 3 persen untuk jangka menengah.
Meski demikian, Direktur Pelaksana Bank Dunia, Christine Lagarde meminta Pakistan untuk membuka transaksi keuangan yang dikeluarkan untuk membayar hutang-hutang negara termasuk kepada Cina.
Sejumlah pengamat mengatakan bahwa permintaan IMF terhadap Pakistan terlalu berat sehingga berpotensi menghambat janji-janji politik Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan. Sebut saja, menciptakan 10 juta lapangan kerja serta membentuk konsep negara Madinah (Islamic Welfare State) yang disuarakan Nabi Muhammad SAW di Madinah.
“Jalan ke Madinah penuh dengan duri, bukan mawar,” kata seorang pakar di lembaga donor internaisonal yang tak ingin disebutkan namanya.
“Untuk sampai ke sana, mereka harus melakukan langkah-langkah menyakitkan ini,” tambahnya sebagaimana dilansir Reuters.
Tetapi, PM Imran Khan tetap meminta warga Pakistan agar tetap tenang dan tidak panik. “Saya ingin memberi tahu Anda untuk tetap kuat dan tidak panik. Ini akan terjadi sementara dan akan segera hilang,” pungkas Imran Khan. [Mohamad Deny Irawan]