Umar bin Khattab memberikan pengalaman kepemimpinannya kala menghadapi wabah dan ancaman ekonomi masyarakatnya. Sejumlah negara seperti India, Jepang dan Malaysia seolah menyontoh bagaimana Umar mengeluarkan kebijakan yang berorientasi masyarakat dalam situasi COVID-19.
Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia, WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengapresiasi langkah India yang menggelontorkan dana 22,5 Miliar Dollar untuk stimulus ekonomi. Tedros pun mengamini langkah India karena COVID-19 membawa permasalahan ekonomi tersendiri terkhusus bagi negara-negara berkembang.
Angka pengangguran berisio meningkat. Ekonomi dunia pun berpotensi melambat. Suplai rantai makanan antar negara pun terancam ambyar. Kabupaten penghasil Sayuran segar seperti Magetan pun terpaksa gigit jari karena pemerintah daerah membatasi pengiriman ke Kabupaten tetangga seperti Madiun, Ponorogo dan Ngawi. Di lain sisi, ketiga Kabupaten sekitar Magetan itu mengalami kekurangan pasokan dan mengakibatkan harga sayuran membumbung tinggi.
India mengalokasikan dana sebesar senilai 379 Triliun Rupiah untuk membantu puluhan juta warga berpenghasilan rendah selama karantina atau lockdown.
Senada dengan India, Jepang mengalokasikan sekitar 69 Triliun Rupiah untuk membantu perusahaan kecil dan menengah dalam mengajukan pinjaman tanpa bunga. Termasuk di dalamnya subsisi langsung kepada warga.
Negeri Jiran Malaysia juga tidak mau ketinggalan dalam membantu masyarakat dalam situasi COVID-19. Mereka menggelontorkan hampir 494 Triliun Rupiah untuk menjaga kesejahteraan rakyat, 377 Triliun bagi kalangan bisnis dan pelaku usaha serta 7 Triliun Rupiah untuk memperkuat ekonomi.
Kebijakan yang digelorakan oleh India, Jepang dan Malaysia tidak lepas dari prediksi pengamat yang menyebut COVID-19 memicu krisis ekonomi global.
Secara umum, warga tentu saja berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat. Masyarakat sudah kadung percaya dengan keberadaan pemerintah. jika tidak, mana mungkin masyarakat tunduk terhadap aturan lockdown atau semacamnya.
Karenanya, kaidah Tasarrafu al-imām manūṭan bi al-maṣlaḥaḥ tentu harus betul-betul dipertimbangkan oleh pemimpin sebuah negara. Kebijakan pemimpin harus dan wajib berorientasi pada kemaslahatan warga bukan kemaslahatan golongan, atau bahkan kemaslahatan pribadi pemimpin negara.
Saat itu, Madinah dilanda bencana kelaparan selama 9 bulan akibat perubahan cuaca. Dalam catatan Ibnu Katsir, bencana yang terjadi pada tahun 18 Hijriyah itu membuat tanah menghitam karena minimnya hujan. Warna tanah pun berangsur-angsur menjadi warna abu-abu. Para ulama pun sepakat menamakan kondisi saat itu sebagai ‘am ramadha atau tahun kekeringan.
Belum selesai dengan ‘Am Ramadha, wabah ‘Taūn Amwās menerjang wilayah Syam. Dalam sejarah Islam, wabah pertama yang terkonfirmasi di di zaman khalifah tersebut mengakibatkan 30 Ribu kematian. Umar bin Khattab pun diceritakan sangat sedih karena sahabat-sahabatnya seperti Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, dan Suhail bin Amr meninggal dunia akibat wabah tersebut.
Demi menanggulangi ‘Ta’un Amwās dan ‘Am Ramadha, Umar bin Khattab pun mengeluarkan sejumlah kebijakan: 1) Meminta kepada rakyat agar senantiasa berdoa kepada Allah swt; 2) mengirimkan kebutuhan dasar pokok masyarakat; 3) menghimbau masyarakat agar bersikap hemat dalam mengonsumsi makanan yang tersedia dan; 4) penangguhan zakat peternakan.
Terkait hal pertama, Umar berkata: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dalam diri kalian, dan dalam urusan kalian yang tidak terlihat oleh manusia. Karena sesungguhnya aku diuji dengan kalian dan kalian diuji denganku. Aku tidak tahu apakah kemurkaan itu ditujukan kepada diriku dan bukan kepada kalian atau kemurkaan itu ditujukan kepada kalian dan bukan kepada diriku atau kemurkaan itu berlaku umum kepadaku dan juga kepada kalian. Karenanya, marilah marilah kita senantiasa berdo’a kepada Allah agar Dia memperbaiki hati-hati kita, merahmati kita, dan mengangkat bencana ini dari kita.”
Terkait hal kedua, Umar juga mengeluarkan sejumlah kebijakan ekonomi untuk meringankan beban masyarakat. Ia mengirimkan surat ke beberapa Gubernurnya di beberapa daerah seperti Abu Musa di Basrah, ’Amru bin Ash di Mesir, Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Syam dan Sa’ad bin Waqs di Iraq, untuk mengirimkan bantuan kebutuhan pokok ke Madinah. Solidaritas antar daerah ini diberikan masyarakat guna mendukung kehidupan warga Madinah selama ‘Am Ramadha.
Hal ketiga yang diusahakannya adalah dengan menghimbau masyarakat untuk hemat dalam konsumsi. Kalifah Umar melarang warganya di tahun itu untuk menyajikan minyak samin dan daging dalam satu hidangan. Sekalipun Umar yang dulu terbiasa menyantap susu, samin, dan daging dalam keadaan normal dan stabil namun, sejak musim paceklik hanya, menyantap minyak zaitun. Bahkan tak jarang pengganti Khalifah Abu Bakar As-Siddiq justru mengalami kelaparan.
Kebijakan keempat yang diberlakukan oleh Umar adalah penangguhkan zakat peternakan. Muhammad bin Umar menceritakan, Ṭalḥaḥ bin Muhammad meriwayatkan dari Hausyab bin Basyar al-Fazari, dari ayahnya, bahwa dia berkata, “Kami melihat pada tahun ramadha (kerusakan/ paceklik), paceklik menghanguskan ternak kami, sehingga tersisa pada banyak orang, sesuatu (harta) yang tidak ada artinya. Maka Umar pun tidak mengutus para petugas pengumpul zakat pada tahun itu.”
”Tahun setelahnya, dia mengutus para petugas untuk mengambil dua zakat dari pemilik hewan, lalu separuhnya diberikan kepada orang-orang yang miskin di antara mereka dan separuh lainnya dibawa kepada Umar. Lalu tidaklah diperoleh dari semua zakat yang berasal dari Bani Fazarah melainkan enam puluh kambing, lalu yang tiga puluh dibagikan, sedangkan tiga puluh yang lain dibawa kepada Umar. Dan Umar mengutus petugas zakat kemudian memerintahkan para petugas zakat untuk mendatangi manusia yang sekiranya masih ada.”
Dalam situasi COVID-19 saat ini, Umar bin Khattab menekankan tentang pengurangan pajak guna membantu meringankan beban rakyat.
Ibrah dari upaya Umar bin Khattab dalam mencukupi kebutuhan pangan bagi rakyatnya merupakan tanggungjawab kepemimpinan seorang Khalifah. Umar pun menyadari bahwa kebijakan yang dikeluarkan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Saat ini, kebijakan paket ekonomi oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi COVID-19 ini sangat dinanti oleh masyarakat. Rakyat pun berharap bahwa dikeluarkan oleh pemerintah memberikan manfaat dan kemaslahatan besar bagi masyarakat.
Teladan Umar bin Khattab ini juga mengingatkan akan arti penting peningkatan iman dalam setiap bencana atau musibah yang mendera. Di lain sisi, tingkat imunitas masyarakat juga harus ditingkatkan dengan ketersedian pasokan makanan bagi masyarakat.
Terakhir, pemerintah harus menjamin rasa aman kepada masyarakat dalam situasi COVID-19 dengan tidak membuat hal-hal yang menimbulkan kepanikan. Wallāhu a’lam bi al-ṣawāb!