Jakarta, Gontornews–Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia KH Muhammad Siddik mengingatkan kepada warga bangsa, bahwa sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, bangsa Indonesia mulai luntur rasa syukurnya atas kemerdekaan yang dianugrahkan Allah SWT.
“Di negeri kita sekarang ini yang kurang rasa syukur. Setelah merdeka ini tambah jauh padahal kesyukuran itu bukti iman kita,†papar Kiai Siddik saat ditemui Gontornews.com di kantornya Gedung Dewan Dakwah Islam Indonesia, Jl Kramat Raya Jakarta, Senin (20/6).
Kurangnya rasa syukur tersebut, lanjut Kiai Siddik, merupakan tanda kufur. Hal ini dibuktikan masih banyak warga bangsa yang menolak Islam, sementara korupsi merajalela.
“Lihat pemilu Jakarta sepertinya kita tidak memiliki pemimpin. Sementara mereka di sisi lain tidak lepas dari jaringan internasional yang ingin menguasai Indonesia yang mayoritas Muslim,†paparnya.
“Nanti bisa dicemoh dinegeri terbesar Muslim tapi pemimpinya non Muslim. Berbalik dengan yang di London Muslimnya minoritas tapi walikotanya Muslim,†terangnya.
Lihat juga eufora peluncuran satelit bank yang melupakan moment bersyukur. Padahal faktor keberhasilan penculuran yang melewati berjuta-juta kilometer itu ada kekuatan Allah. Dalam peluncuran bisa terjadi sesuatu meskipun perhitungan manusia sudah lengkap.
“Alhamdlilah Allah sudah memberikan momen peluncuran satelit itu, mudah-mudahan selalu banyak yang bersyukur tidak menjadi istidraj,†paparnya.
Para pendahulu bangsa, kata Kiai Siddik, sudah mengajarkan rasa syukur yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, ‘Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur, bangsa Indonesia meraih kemerdekaanya.
Cara bersyukur, sesuai dalam al-Qur’an bahwa ketika menanam suatu tanaman sering gagal sehingga Allah bertanya apakah engkau yang menanam atau aku yang menanam? Dalam perang badar, bukan manusia yang meraih memenangkan tersebut tapi Allah yang memberikan kemenangan kaum Muslimin.
“Artinya manusia tidak bisa lepas dari ketergantungan kepada Allah. Maka kita harus sering bersyukur,†paparnya.[Ahmad Muhajir/DJ]