Memasuki awal tahun 2018, masyarakat Papua mendapat kado istimewa. Sistem navigasi udara, karya putra-puteri Indonesia, untuk pertama kalinya diresmikan untuk melayani lalulintas udara di Bandara Sentani. Di luar itu, karya inovasi BPPT-INTI ini berpotensi dipakai oleh sekitar 250 dari 300 bandara di Tanah Air.
Ratusan pemakai jasa penerbangan memenuhi lobi di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa (19/12/2017). (ANTARA FOTO/Indrayadi TH)
Sebagaimana dilaporkan sejumlah media arus utama, sistem navigasi udara Papua mulai pertengahan Januari 2018 resmi mulai menggunakan radar sintetis berbasis satelit atau ADS-B (automatic dependent surveillance-broadcast) yang merupakan buatan BPPT dan PT INTI.
“Ini terwujud karena sinergi antar-BUMN, yaitu PT INTI, PT LEN dan LPPNPI,” ungkap Menteri BUMN, Rini Sumarno, saat meresmikan program modernisasi layanan navigasi penerbangan di Papua di Kantor Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia Cabang Sentani, Jumat (12/1/2018).
Sebagai hasil sinergi antara BUMN, menurut Rini, sistem navigasi itu tidak memakan biaya banyak. “Teknologinya karya anak bangsa. Lahannya milik BUMN juga. Ini juga bukti BUMN memperhatikan daerah terpencil dan terluar,” tegasnya.
Rini Sumarno menjelaskan bahwa program modernisasi itu tidak terlepas dari upaya untuk menyeimbangkan harga bahan pokok di Indonesia bagian barat dan timur. Menurutnya, transportasi udara yang ditunjang sistem navigasi udara yang handal berperan penting dalam hal ini.
Untuk mewujudkan keadilan bagi semua masyarakat Indonesia di belahan barat maupun belahan timur, lanjut Meneg BUMN, diperlukan sistem navigasi udara yang andal dan tidak berbeda dengan wilayah lainnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama Perusahaan Umum LPPNPI, Novie Riyanto, menjelaskan sistem ADS-B ini akan juga ditempatkan pada properti milik Bank Mandiri, BRI, dan BNI.
Sistem ADS-B disebutnya sebagai solusi tepat untuk menjawab tantangan penerbangandi Papua, seperti kondisi geografis pegunungan, perubahan cuaca yang sangat cepat, terbatasnya alat bantu navigasi fasilitas bandara, daya listrik, terbatasnya SDM navigasi penerbangan.
Riyanto menjelaskan, tujuh ADS-B akan ditempatkan di tujuh kawasan. Antara lain Dekai, Elelim, Wamena, Oksibil, Senggeh, Sentani dan Borme.
Sejak 2015, tambahya, LPPMPI telah meluncurkan program investasi. Yakni, empat program senilai Rp3,7 miliar. Kemudian meningkat pada tahun 2016 menjadi 12 program senilai Rp85 miliar, dan kembali meningkat pada tahun 2017 menjadi 72 program senilai Rp138 miliar.
“Kami juga meningkatkan layanan di Bandara Sentani sejak 18 Agustus 2016 dari sebelumnya non-radar menjadi layanan radar. Peningkatan layanan ini membuat pemanduan lalu lintas penerbangan dilakukan melalui instrumen prosedur dan teknologi mutakhir, sehingga dapat meningkatkan keselamatan dan efisiensi penerbangan,” katanya.
Tujuh Bandara
Sampai semester pertama 2018, sebanyak tujuh bandara di Papua telah menggunakan inovasi teknologi berupa sistem pemantau penerbangan berbasis Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B) karya inovasi Tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan diproduksi oleh BUMN (PT INTI dan LEN).
Direktur Pusat Teknologi Elektronika (PTE) BPPT Yudi Purwantoro mengatakan, ADS-B adalah sistem navigasi penerbangan di mana setiap pesawat terbang memancarkan data penerbangannya berupa identitas, koordinat lokasi, ketinggian, kecepatan, dan indikator lainnya, ke segala arah secara terus menerus melalui media gelombang radio.
“Alat ini dipasang di Bandara Wamena, Sentani, Oksibil, Dekai, Senggeh, Borme dan Elelim/ Pemasangan 7 titik secara bertahap pada 2018. Titik awal di Sentani, target akhir Juni 2018 mulai beroperasi,” ujarnya.
Tipe ADSB yang digunakan adalah ADS-B Ground Station. Keunggulannya, menurut Yudi, adalah data akan dapat dilihat secara lokal di masing-masing bandara, melalui Situasional Display Monitor dan juga dikirimkan secara bersamaan ke Air Traffic Control System milik Airnav Indonesia di Sentani.
Dengan terpasangnya ADS-B di tujuh titik lokasi di atas, pesawat-pesawat yang terbang pada rute atau jalur penerbangan Sentani-Wamena-Oksibil dapat dimonitor dengan baik melalui Situasional Awareness Display oleh Air Traffic Controller.
“Dengan sistem ADS-B, teknologi surveillance akan lebih banyak lagi area penerbangan dibawah Flight Level 24.000 feet yang belum tercover oleh situasional awareness display akan bisa dicover dengan lebih baik. Jadi petugas ATC di Papua dapat memonitor pesawat secara real time, bukan dengan menggambar titik-titik lagi,” ujar dia.
Menurut Yudi, kebutuhan perangkat navigasi berbasis ADS-B di Indonesia berjumlah lebih dari 1.000. Per Mei 2018, baru terpasang 31 bandara. Dari sekitar 300 bandara domestic, yang berpotensi dipasang ADS-B ada sekitar 250. Di Papua saja ada 109 bandara yang memerlukan alat ADS-B ini.
Di luar ADS-B, adalah sistem perangkat navigasi berbasis radar yang biaya investasi maupun operasionalnya berlipat lebih tinggi.
Penggunaan ADS-B akan mengatasi kendala penerbangan di wilayah yang kosong ataupun sulit dijangkau oleh radar, seperti wilayah Papua. Dengan adanya infrastruktur ini, jumlah penerbangan di Papua bisa ditingkatkan dan tidak lagi terlalu terpengaruh dengan kondisi cuaca.
Sebagai informasi, ADS-B Ground Station BPPT-INTI diberi kode produk AGS-216. ADSB Ground Station AGS 216 merupakan ground station buatan dalam negeri pertama yang telah dirancang oleh BPPT dan diproduksi oleh PT INTI.
Sejauh ini, ADS-B AGS-216 telah disertifikasi oleh Kementerian Perhubungan berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara yang mengacu pada Standar Internasional (Amerika dan Eropa) untuk ADS-B pada awal tahun 2017, dan layak digunakan secara operasional.
Dengan demikian, AGS-216 setara dengan perangkat yang dihasilkan oleh industri negara maju seperti Thales di Perancis. Keberhasilan ini mendukung efisiensi nasional dan peningkatan kemandirian serta daya saing bangsa melalui inovasi teknologi dan penggunaan produk dalam negeri meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Adapun ragam kelebihan inovasi sistem ADS-B – karya inovasi BPPT dan PT INTI — jika dibandingkan dengan radar adalah coverage lebih luas dengan radius 250 mil (450 km) segala arah.
Jumlah pesawat yang dapat dipantau lebih banyak 500 pesawat, sehingga memperkecil separasi antar pesawat dan meningkatkan jumlah penerbangan. Lebih sederhana dalam instalasi, operasi dan pemeliharaan, serta rendah biaya investasi, instalasi, operasi dan pemeliharaan.
ADS-B juga dapat dipasang di berbagai medan lokasi, termasuk lokasi terpencil karena kebutuhan energi listriknya kecil sehingga dapat menggunakan listrik tenaga surya. Serta dukungan purna jual lebih efektif dan efisien karena dilakukan sepenuhnya oleh tenaga ahli dalam negeri, sehingga meningkatkan jam operasi dan kehandalan.
Komitmen Airnav Indonesia
Airnav Indonesia telah berkomitmen untuk memanfaatkan teknologi navigasi hasil inovasi Sistem Pemantau Penerbangan Nir Radar Berbasis ADS-B yang dikembangkan BPPT dan mulai diterapkan di Sentani, Papua.
Perangkat navigasi ini mampu menggantikan fungsi radar dalam memantau penerbangan pesawat, kata Direktur Pusat Teknologi Elektronika BPPT Yudi Purwantoro. Pemasangan ADS-B mulai dilakukan di sepanjang jalur penerbangan dan di bandara.
ADS-B ini merupakan teknologi baru untuk dimanfaatkan guna peningkatan layanan dunia penerbangan nasional. Sistem navigasi penerbangan mencakup tatakelola data penerbangan, berupa identitas, koordinat lokasi, ketinggian, kecepatan, dan indikator lainnya ke segala arah secara terus-menerus melalui media gelombang radio.
Selain ADS-B, BPPT juga terus berinovasi dalam kaji terap teknologi elektronika navigasi untuk mendukung peningkatan keselamatan transportasi nasional. Inovasi lanjutan BPPT antara lain sistem pemantau dan pemandu pesawat dan kendaraan di bandara yang disebut Advanced Surface Movement Guidance Control Surveilance (A-SMGCS). “Inovasi ini dapat menghindarkan tabrakan pesawat di bandara, serta Mini Air Traffic Controller (ATC) untuk mengatur ruang udara,” tegas Yudi.
Melalui ADS-B dan A-SMGCS, BPPT terus beruapaya menjejakkan lebih banyak kiprahnya dalam mendukung dan memperkuat sistem navigasi udara, serta menyokong kemajuan penerbangan Indonesia di masa kini dan mendatang.
[Dedi Junaedi]