Jakarta, Gontornews — Munculnya tekanan setelah menyebarkan pengakuan gembong narkoba Freddy Budiman tak membuat perjuangan Kontras menciut. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ini membentuk Posko Darurat Bongkar Aparat.
Melalui pres rilis Gerakan Indonesia Berantas Mafia Narkoba, Kamis (4/8), Kontras menyayangkan sikap reaktif dari tiga lembaga penegak hukum dan keamanan yakni Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri dan TNI atas pelaporan kepada Bareskrim Polri untuk melawan kesaksian Koordinator Kontras Haris Azhar dari testimoni yang diberikan Freddy Budiman kepadanya.
“Kesaksian yang dilakukan oleh Haris Azhar tidak dalam kerangka menyudutkan suatu instansi penegak hukum dan keamanan apapun, termasuk di dalamnya individu-individu tertentu,” tulis keterangan itu.
Gerakan tersebut ditujukan untuk menggalang dukungan publik yang solid demi membongkar keterlibatan aparat dalam bisnis narkoba di Indonesia. Lebih jauh, langkah ini sebagai upaya kontributif untuk mendukung langkah – langkah korektif dalam pemberantasan kejahatan narkoba dan reformasi penegakan hukum.
Pihaknya memandang bahwa telah hadir suatu ketegangan untuk mempertahankan reputasi dan kredibilitas dari ketiga instansi keamanan tersebut. Instansi-instansi keamanan yang tengah bersengketa dengan kesaksian Haris Azhar telah menyatakan bahwa mereka bekerja keras untuk memutus mata rantai narkoba dan tunduk pada sistem hukum yang melarang peredaran zat-zat terlarang tersebut. Namun di lain sisi, ada ketidakpercayaan yang menguat dari publik atas kerja-kerja lembaga keamanan dan penegakan hukum.
Perang kredibilitas ini akan amat bermanfaat apabila diikuti dengan semangat negara dalam melakukan evaluasi dan koreksi. Kesaksian dan informasi yang disampaikan Haris Azhar adalah pintu untuk menelusuri sumber informasi dan pembuktian atas beberapa hal. Pertama, keterlibatan oknum aparat instansi-instansi keamanan dalam bisnis dan kartel narkoba di Indonesia. Kedua, praktik penyimpangan kewenangan aparat penegak hukum dan keamanan di Indonesia. Ketiga, kuatnya kriminalisasi yang diarahkan kepada warga negara Indonesia ketika nama-nama instansi disebut terkait dalam suatu skandal.
Menurut Kontras, situasi hari ini juga telah merontokkan imajinasi bahwa negara dan aparatnya bukanlah subyek yang berada di atas hukum. Oleh karena itu, kami mendorong negara dan para pemegang otoritas dan kebijakan untuk mengambil langkah-langkah cepat, serius dan terukur dalam merespons kondisi darurat Indonesia berantas mafia narkoba.
Karena itu, pengelola negara harus segera membentuk Tim Independen Berantas Mafia Narkoba yang memiliki kewenangan dalam mengukur evaluasi praktik penegakan hukum, khususnya pada isu kartel narkoba. Tim Independen harus bekerja dengan menggunakan prinsip penegakan hukum, transparan, imparsial, mendengar laporan dan catatan-catatan publik dan standar-standar akuntabilitas yang dijunjung tinggi.
Instansi-instansi keamanan dan penegakan hukum terkait seperti BNN, Polri, TNI, Bea Cukai dan lain sebagainya harus bekerj sama, memberikan informasi dan tunduk pada proses penyelidikan yang dilakukan Tim Independen Berantas Mafia Narkoba.
Menghentikan upaya-upaya melawan hukum untuk mengkriminalisasikan Koordinator Kontras Haris Azhar dengan menggunakan UU ITE, KUHP, Perdata dan upaya-upaya lain yang kontraproduktif dengan semangat koreksi negara.
“Kami juga telah membuka Posko Darurat Bongkar Aparat, di mana publik yang telah dirugikan oleh tindakan kesewenang-wenangan aparat pada konteks narkoba dan pelanggaran hukum lainnya bisa melapor pada Posko Darurat ini,” menurut keterangan itu.
Gerakan Indonesia Berantas Mafia Narkoba diinisiasi oleh aktivis muda, di antaranya Dahnil Simanjuntak, Ismail Hasani, Nursyahbani KS, Monica Tanuhandaru, Robertus Robet, Usman Hamid, Alvon Kurnia Palma, Al-Araf, Yati Andriyani, dan Emerson. [Ahmad Muhajir/Rus]