Beirut, Gontornews — Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, akan segera membuka pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mendapatkan bantuan moneter. PM Najib, Senin (13/9/2021), mengatakan tidak ada jalan mudah untuk mengatasi situasi ekonomi terburuk sepanjang sejarah Lebanon tersebut.
PM Najib memastikan pemerintahan baru bertemu pertama kalinya pada Senin. Pemerintahan baru tersebut akan menggantikan pemerintahan sementara yang berhenti sejak ledakan di Pelabuhan Beirut terjadi tahun lalu.
βMemang benar, kami tidak memiliki tongkat ajaib. Situasinya sangat sulit,β kata Mikati sebagaimana dilansir Reuters.
Masyarakat Lebanon berharap pemerintahan baru dapat merencanakan jalan keluar dari krisis ekonomi terburuk yang menenggelamkan nilai mata uang hingga 90 persen pada akhir 2019 tersebut. Akibat kondisi tersebut, tiga perempat warga Lebanon jatuh miskin.
Secara bertahap, Mikati berjanji akan mengatasi kurangnya pasokan bahan bakar dan obat-obatan. Ketersediaan dua komoditi tersebut terus tergerus seiring dengan miniimnya cadangan mata uang Lebanon.
Selain obat-obatan dan bahan bakar, Lebanon juga membenahi pasokan listrik yang juga terkendala. Kini, sebagian rumah maupun perusahaan Lebanon menggantungkan pasokan listriknya pada generator yang mereka miliki.
Dunia internasional merespon baik pembentukan kabinet Lebanon sambil mendesak untuk menerapkan reformasi demi mendapatkan pinjaman internasional.
βKami membutuhkan bantuan IMF, Bang Dunia, dana regional dan internasional,β kata Presiden Lebanon, Michel Aoun.
βYang kami butuhkan adalah langkah-langkah mendesak dan tegas untuk memulai reformasi,β sambungnya.
Dalam pernyataannya, pemerintah Lebanon yakin akan mendapatkan 1,135 Miliar Dollar Amerika Serikat dalam bingkai Special Drawing Rights (SDR) IMF atau lebih dari 680 Dollar AS yang mereka harapkan sebelumnya.
Selain 860 dolar AS dari tahun 2021, jumlah tersebut juga telah termasuk 275 dolar AS yang berasal dari tahun 2009. Rencananya, bantuan tersebut akan mulai disetorkan ke Bank Sentral Lebanon pada 16 September mendatang. [Mohamad Deny Irawan]