Jakarta, Gontornews — Acara Halal Bi Halal Azhariyat Indonesia yang dihadiri para Guru Besar dari kalangan Azhariyat dan banyak tokoh Azhariyat lainnya, semakin menguatkan barisan dan substansi Azhariyat Indonesia ke depan. Dihadiri oleh 300-an peserta dari Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Lombok, Kalimantan, bahkan Malaysia, Australia, hingga Belanda, acara ini semakin meriah dengan kehadiran dan dukungan sejumlah tokoh nasional tak terkecuali Menteri Agama Republik Indonesia.
Kepada Gontornews.com, Ketua Panitia, Dr Shofiah Tidjani Lc MSi menginformasikan bahwa Menteri Agama RI, Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA dalam sambutannya secara daring menyampaikan pentingnya silaturahim dalam kehidupan. Ia berpesan agar kita terus menjalin silaturahim dalam hubungan baik tidak hanya dengan sesama Muslim, tapi juga sesama manusia, makhluk lain seperti hewan, tumbuhan, hingga benda mati. Karena pada dasarnya seluruh makhkuk dan benda semuanya bertasbih.
Prof Nasaruddin Umar pun mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang tidak suka bergonta-ganti perabot. “Karena Nabi SAW telah membangun hubungan dengan benda-benda tersebut, seperti beliau tidak bergonta-ganti penggunaan tasbih,” ulasnya.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Agama RI juga turut meresmikan Launching Website dan Channel TV Azhariyat Indonesia. Ia berharap semua ini mampu memberi kontribusi penuh bagi bangsa dan negara di masa mendatang.
Sementara itu, Dr Muchlish M Hanafi, MA sebagai perwakilan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, dalam sambutannya berpesan agar organisasi Azhariyat Indonesia yang akan didirikan dapat dipahami sebagai bentuk keragaman, bukan fragmentasi. Juga, selayaknya menjadi investasi kebaikan, berlomba dalam khidmah untuk umat, dan fastabiqul khairat, bukan untuk mengejar pengakuan.
Berkaca pada misi utama Universitas Al-Azhar Asy-Syarif, ia menegaskan tiga hal strategis yang dapat dilakukan oleh Azhariyat untuk menyongsong Indonesia Emas. Pertama, berperan dalam menegakkan kerangka nilai Islam. Kedua, Azhariyat harus menjadi subjek aktif dalam pergerakan perempuan di Indonesia. Ketiga, berdiri tegak menjadi mediator di tengah tren polarisasi.
“Jangan lupa bahwa Al-Azhar merupakan Jami’an wa Jami’atan. Tidak hanya sebagai pusat keilmuan, tetapi juga sebagai pemersatu umat. Membangun pendidikan berbasis cinta dan kedalaman ilmu,” tandas Sekjen OIAA yang juga menjabat sebagai Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia itu. [Edithya Miranti]