Jakarta, Gontornews – Pembahasan Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dipertanyakan pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy. Melalui pesan singkat yang disampaikan, Noorsy menyebut beberapa kejanggalan dalam pembahasan RUU berisi 27 pasal tersebut.
Â
Diantara kejanggalan yang dimaksud Noorsy yakni terdapatnya target perolehan hasil penerapan Tax Amnesty yang mencapai 165 Trilyun rupiah. Pria yang menyelesaikan program dotkoralnya di Universitas Airlangga Surabaya tersebut mempertanyakan cara perhitungan pajak oleh pemerintah yang menghasilkan target penerimaan pajak tersebut.
Â
“Mereka tidak menghitung biaya moneter. Jika 165 Triliyun rupiah tidak tercapai, Obligasi negara terbit lagi,†kata Noorsy melalui pesan singkatnya kepada Gontornews.
Â
Tax Amnesty merupakan bentuk pengampunan pajak yang diterapkan oleh pemerintah dengan cara menghapus pajak bagi wajib pajak yang menyimpan dananya di luar negeri dan tidak menunaikan kewajibanya dalam membayar pajak dengan imbalan menyetor pajak dengan tarif lebih rendah. Â Â Â Â Â Â Â
Â
Dengan diberlakukannya peraturan ini, pemerintah diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pajak negara serta menarik uang milik warga Indonesia yang disimpan di luar negeri. Hal ini dilakukan karena sejumlah pengusaha ‘pengemplang’ pajak dikabarkan menyimpan dananya di luar negeri agar tidak terbebani pembayaran pajak.
Â
Pria kelahiran Jakarta 56 tahun tersebut mempertanyakan komitmen pemerintah untuk mengesahkan peraturan ini. Secara detail Noorsy mempertanyakan jenis pajak, besaran pajak hingga tempat penyimpanan dana terkait kebijakan tax amnesty. Selain itu, dirinya juga mempertanyakan seberapa efektif peraturan tersebut diberlakukan di Indonesia.
Â
“Jenis pajak apa yang diampuni? Siapa wajib pajaknya? Berapa besar pajak dan berapa tarifnya? Kemudian bagaimana perhitungan dan sudah berapa lama kejahatan pajak itu dilaksanakan,†tanya Noorsy.
Â
Senada dengan Noorsy, Peneliti badan kebijakan fiskal kementrian keuangan, Ragimun menyebut penerapan tax amensty di Indonesia belum diperlukan selama payung hukumnya belum ditetapkan. Ragimun menyarankan pemerintah agar tetap menerapkan kebijakan-kebijakan inovatif seperti sunset policy maupun tax holiday ketimbang merealisasikan kebijakan tax amnesty dalam waktu dekat.
Â
“Implementasi Tax amnesty dalam jangka pendek sebaiknya ditunda terlebih dahulu   menunggu kesiapan berbagai perangkat dan piranti hukum yang melandasi pelaksanaan kebijakan ini†kata Ragimun dalam makalahnya yang berjudul Implementasi pengamunan pajak (Tax Amnesty) di Indonesia
Â
Â
Pada tahun 1984, Indonesia pernah memberlakukan tax amnesty namun tidak efektif seiring dengan kurangnya respon dari wajib pajak yang diikuti dengan tidak adanya reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh. [Mohamad Deny Irawan/DJ]