Jenewa, Gontornews – Seorang penyidik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Yanghee Lee melaporkan Myanmar ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Senin (12/3). Lee melaporkan kebijakan negara bagian Rakhine yang dinilai merugikan dan berpotensi mengeluarkan populasi Muslim Rohingya di Rakhine.
Lee meminta kepada Dewan HAM agar mendirikan sebuah wilayah entitas bagi warga Rohignya di Bangladesh. Setidaknya, sekitar 650.000 warga Rohignya melarikan diri ke Bangladesh setelah terjadi serangan militer Myanmar ke komunitas Rohignya.
Tidak hanya Rohingya, Lee menduga bahwa Pemerintah Myanmar juga tengah melakukan tindakan kekerasan ke pemberontak di negara bagian Shan, Kayin, dan Kachin. Reuters melansir Lee mendapatkan informasi telah terjadi serangan minggu lalu yang menyasar daerah pertambangan emas di Kachin dan Tanai.
Militer Myanmar juga menyerang Distrik Mutraw di Negara bagian Kayin meski telah mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata. Mutraw sendiri dikuasi oleh Karen National Union.
“Pelanggaran gencatan senjata telah menyebabkan 1.500 penduduk dari 15 desa harus mengungsi. Saya sangat prihatin dengan serangan yang terjadi secara terus menerus. Jalan menuju perdamaian adalah dengan pendekatan dialog politik yang inklusif bukan melalui kekuatan militer,” kata Lee sebagaimana dilansir Reuters.
Sementara itu, ketua tim pencari fakta yang dibentuk PBB untuk Myanmar, Marzuki Darusman, membenarkan dugaan yang disampaikan Lee. Menurutnya, militer Myanmar terbukti telah melakukan tindakan kekerasan di Kachin, Shan dan beberapa tempat yang lain.
“Semua informasi yang dikumpulkan oleh tim pencari fakta mengarah pada kekerasan yang terjadi terutama kekerasan terhadap perempuan,” kata Marzuki.
“Tim pencari fakta telah menemukan gigitan, lebam serta tindakan kekerasan seksual pada tubuh wanita,” tambah Marzuki.
Terkait tuduhan ini, Duta besar Myanmar untuk PBB, Lynn, mengaku akan membuktikan bahwa dugaan keji yang dialamatkan kepada pemerintah Myanmar adalah salah. Menurutnya, pemerintah Myanmar akan siap menghadapai tuduhan selama tersedia bukti-bukti.
“Kepemimpinan dan pemerintah Myanmar tidak akan mentolerir kejahatan semacam itu. kami siap bertindak selama ada bukti,” pungkas Lynn. [Mohamad Deny Irawan]