Sagamihara, Gontornews — Sedikitnya 19 orang tewas dan sekitar 20 terluka dalam serangan pisau, Selasa (26/7) di fasilitas untuk orang cacat di luar kota Tokyo, Jepang. Ini merupakan pembunuhan massal terburuk dalam beberapa generasi di Jepang.
Polisi mengatakan, mereka menerima laporan sekitar pukul 02:30 waktu Jepang dari seorang karyawan yang mengatakan, sesuatu yang mengerikan terjadi di fasilitas untuk orang cacat di Kota Sagamihara, 50 kilometer barat Tokyo.
Seorang pria menyerahkan diri di kantor polisi sekitar dua jam kemudian, kata polisi di Sagamihara.
Dia meninggalkan pisau di mobilnya ketika memasuki stasiun. Dia telah ditangkap karena dicurigai percobaan pembunuhan dan pelanggaran.
Para pejabat di Prefektur Kanagawa, yang berbatasan dengan Tokyo, mengidentifikasi tersangka sebagai Satoshi Uematsu, dan mengatakan ia telah bekerja di fasilitas itu sampai Februari 2016.
Laporan media Jepang mengatakan ia berusia 26 tahun.
“Dia memasuki gedung sekitar pukul 02:10 dengan memecahkan kaca jendela di lantai pertama bangunan perumahan di fasilitas,” kata Shinya Sakuma, kepala kesehatan prefektur dan pembagian kesejahteraan, saat konferensi pers.
Gubernur Kanagawa, Yuji Kuroiwa, menyatakan belasungkawa kepada para korban.
Pemadam kebakaran Sagamihara City mengatakan, 19 orang dikonfirmasi tewas dalam serangan itu. Mereka mengatakan dokter di tempat kejadian membenarkan kematian itu. Ini merupakan pembunuhan massal terburuk di Jepang di era pasca-Perang Dunia II.
Seorang wanita yang tinggal di seberang fasilitas kepada NHK Jepang menyebutkan, ia melihat mobil polisi memasuki fasilitas itu sekitar pukul 03:30.
“Saya diberitahu oleh polisi untuk tetap tinggal di dalam rumah, karena bisa berbahaya,” katanya. “Kemudian ambulans mulai berdatangan, dan orang-orang dengan lumuran darah dibawa pergi.”
NTV Jepang melaporkan, Uematsu melakukan itu karena kesal telah dipecat, tapi alasan itu belum bisa dikonfirmasi.
Fasilitas, yang disebut Tsukui Yamayuri-en, adalah rumah bagi sekitar 150 warga dewasa yang memiliki cacat mental.
Tayangan televisi menunjukkan sejumlah ambulans di parkir di luar, dengan petugas penyelamat medis dan lainnya keluar-masuk fasilitas.
Pembunuhan massal relatif langka di Jepang, yang memiliki undang-undang pengontrolan senjata yang sangat ketat. Pada tahun 2008, tujuh orang tewas oleh seorang pria yang menabrakkan truk ke kerumunan orang di pusat elektronik di Distrik Akihabara, Tokyo, dan kemudian ia ditikam orang yang lewat.
Pada tahun 2001, seorang pria menewaskan delapan anak dan melukai 13 lainnya dalam serangan pisau di sebuah sekolah dasar di Kota Osaka. Insiden itu mengejutkan Jepang dan menyebabkan peningkatan keamanan di sekolah.
Sedangkan pada tahun 2010, 14 luka-luka dalam serangan seorang pengangguran yang menikam dan memukuli penumpang bus umum di luar stasiun kereta di Prefektur Ibaraki, sekitar 40 kilometer timur laut Tokyo. [Rusdiono Mukri]