Jakarta, Gontornews– Pemerintah mendorong keterlibatan swasta dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasional agar outputnya lebih gampang terserap di pasar ketenagakerjaan. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasional ini tak perlu mencari model baru, karena berbiaya mahal, tetapi cukup mencontoh dari beberapa negara lain yang sudah memiliki program serupa dan berhasil. Percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja melalui revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasional ini sangat penting agar Indonesia mampu bersaing dalam persaingan bebas dengan negara lainnya.
“Secara kelembagaan, mekanisme pelatihan dan pendidikan vokasional ini sudah ada tapi belum berjalan dengan baik,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam siaran persnya, Kamis (11/8) kemarin.
“Model kerjasama dengan swasta nanti kita buat. Dengan masuknya swasta, pemerintah tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak. Hanya perlu memberikan insentif,” lanjut Darmin.Berkenaan dengan kompetensi pendidikan dan pelatihan vokasional, Menko Perekonomian menekankan komposisi belajar yang harus seimbang. Program ini nantinya akan lebih memfokuskan pada praktik dengan komposisi 70% on job training (magang) di industri dan 30% teori dengan kurikulum berbasis kompetensi.
“Kalau sudah tamat dari pendidikan vokasional, mereka tidak hanya mendapatkan ijazah tetapi juga sertifikat berdasarkan standar kompetensi dari modul yang ada. Untuk pelatihan, tentunya dibuat lebih sederhana,”katanya.
Dengan sertifikat kompetensi yang terstandar, lulusan pendidikan dan pelatihan vokasional memiliki daya modal untuk masuk ke pasar kerja atau wirausaha.
Menaker Hanif Dhakiri juga mengatakan hal senada. Menurutnya, dukungan dari pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini, salah satunya adalah menjajaki kemungkinan kerjasama pemerintah – swasta dalam bentuk public private partnership.
Menurut Hanif, saat ini dukungan pendanaan untuk anggaran vokasi Indonesia hanya sekitar Rp 2 triliun untuk 128 juta tenaga kerja. Jumlah ini jauh berbeda dengan negara tetangga, Malaysia yang memiliki anggaran Rp 13 triliun untuk 15 juta tenaga kerja yang mereka miliki.
Pentingnya mempercepat penyelenggaran pendidikan dan pelatihan vokasional yang memiliki standar kompetensi adalah untuk mempersiapkan SDM yang terampil (skilled workers) untuk kebutuhan industri. “Untuk itu kewenangan kelembagaan Badan Nasional Sertifikasi Profesi perlu diperkuat,” kata Darmin. [M Khaerul Muttaqien/DJ]