Brussels, Gontornews–Pengacara senior di pengadilan Uni Eropa (UE) mengatakan bahwa perusahaan di Erop memungkinkan untuk melarang penggunaan jilbab untuk karyawati Muslimah. Dengan syarat, larangan tersebut juga ditetapkan secara umum pada simbol agama Kristen, yahudi, iman sikh dan symbol agama lainnya di tempat kerja.
“Larangan mengenakan jilbab di perusahaan mungkin diterima,” kata seorang pengacara di Pengadilan Eropa Juliane Kokott seperti dilansir express (31/5).
Namun, ujar Juliane, pendapatnya ini tidak dimaksudkan untuk memberikan lisensi bagi perusahaan untuk melarang pakaian agama pada pekerjaan.
Larangan tersebut bisa dibenarkan jika bos perusahaan memungkinkan untuk mengejar kebijakan yang sah untuk memastikan netralitas agama dan ideology di perusahaannya.
“Tapi  diskriminasi tersebut dapat dibenarkan untuk menegakkan kebijakan netralitas agama dan ideology,” ungkapnya.
Pernyataan ini menjawab status hukum kasus seorang karyawati Muslimah yang dipecat oleh manajemen perusahaan G4S di Belgia. Karyawati bernama Samira Achbita dipecat karena bersikeras mengenakan jilbab untuk alasan agama.
Samira Achbita yang merasa diperlakukan diskriminatif mengajukan gugatan hukum di pengadilan setempat. Dia menggugat perusahaan dengan dukungan dari Belgian Center for Equal Opportunities and Opposition to Racism, organisasi yang mengawal penerapan kesamaan hak di Belgia.
Kasus ini mencuat karena Pengadilan negara Kasasi meminta supaya Pengadilan Eropa mengklarifikasi tentang hukum yang berlaku di Eropa.
“Larangan penggunaan pakaian keagamaan harus memperhitungkan ukuran simbol agama, sifat pekerjaan karyawan, konteks di mana karyawan harus melakukan pekerjaan dan identitas nasional negara,†tambah Kokott.
Pada beberapa kasus, berkenaan dengan penggunaan symbol agama, selalu berujung pada persidangan. Seperti kasus yang melibatkan seorang insinyur teknologi informasi dipecat karena menolak untuk menghapus kerudungnya atas permintaan klien. Di Amerika Serikat, pemeluk yahudi mengadukan permasalahannya karena dilarang memakai kopiah di tempat kerja.
Demikian juga seorang perwira Angkatan Darat dari iman Sikh yang berusaha untuk memakai sorban saat berseragam dan seorang Muslimah yang ditolak bekerja karena mengenakan jilbab. Di Perancis, meskipun larangan penggunaan jilban mendapat kritikan, peraturan tersebut tetap diberlakukan sejak tahun 2010.
Kasus ini harusnya menjadi perhatian bagi para praktisi hukum di Eropa agar meninjau peraturan yang menimbulkan kesenjangan tersebut. Â [Ahmad Muhajir/DJ]