Jakarta, Gontornews – Pendidikan di Indonesia masih mengalami disparitas. Kaum perempuan masih tertinggal dibanding kaum laki-laki. Salah satu faktor penyebab terjadinya disparitas dalam dunia pendidikan itu karena masalah keterbatasan ekonomi. “Keterbatasan ekonomi membuat anak laki-laki disekolahkan lebih dulu daripada perempuan,” ujar Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Prof Amich Alhumami, Ph.D.
Anak perempuan, lanjut Cak Amich –sapaan akrab Prof Amich Alhumami– banyak yang tertinggal pendidikannya karena diharuskan membantu orangtuanya mencari nafkah. Karena itu, ke depannya mereka perlu difasilitasi.
Menurutnya, faktor pengaruh ekonomi ini bisa diatasi dengan memberikan beasiswa atau skema pembiayaan lain yang diperlukan sehingga kaum perempuan itu bisa melanjutkan pendidikan dari satu jenjang ke jenjang yang lain.
Tokoh kelahiran Gresik itu menunjukkan, capaian anak-anak perempuan pada setiap jenjang pendidikan justru menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Bahkan di pendidikan tinggi pun, tingkat partisipasi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. “Tapi kemudian ketika sudah lulus dan masuk ke pasar kerja, itu menunjukkan ketertinggalannya,” jelas Cak Amich dikutip laman republika.co.id.
Tapi, perempuan yang memilih untuk menjadi guru dalam pendidikan anak usia dini menunjukkan angka yang positif. “Hal ini perlu disyukuri,” paparnya saat berbicara pada Webinar Pendidikan bertema “Strategi Mengatasi Disparitas Gender di Bidang Pendidikan untuk Mewujudkan Generasi Emas 2045”, Sabtu (27/9/2024).
Menurut pria yang pernah bergabung dengan International Development Studies (IDS) University of Sussex Inggris ini, banyaknya kaum perempuan memilih profesi guru pada pendidikan anak usia dini itu mungkin disebabkan sifat dasar pengasuhan dan pembimbingan yang ada pada diri perempuan.
“Tentu ini sangat bagus dalam proses tumbuh kembang anak usia dini agar mereka siap menempuh pendidikan formalnya,” kata Cak Amich.
Ia menyebutkan, masalah disparitas gender dalam dunia pendidikan ini perlu ditangani oleh pemerintah. Karena itulah isu kesetaraan gender ini telah diakomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan rancangan awal RPJMN 2025-2029 pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurutnya, dari sisi kebijakan dan dokumen perencanaan, isu itu diakomodasi dalam kesetaraan dan keadilan gender.
Dia juga menunjukkan bahwa dalam dokumen 17 Arah Pembangunan Menuju Indonesia 2045 poin IE14 telah dituliskan tentang keluarga berkualitas, kesetaraan gender, dan masyarakat inklusif.
“Jadi untuk memberi payung secara kebijakan di dokumen perencanaan bahwa aspirasi untuk mewujudkan keadilan gender, kesetaraan gender itu diadopsi di dalam dokumen perencanaan, baik jangka panjang (RPJPN) maupun jangka menengah (RPJMN),” papar peraih gelar doktor Antropologi Sosial University of Sussex Inggris itu.
Hal itu juga dikaitkan langsung dengan poin Indonesia Emas 2 (IE2), yakni untuk mewujudkan pendidikan berkualitas yang merata.
“Yang merata itu bisa kita maknai dalam dimensi yang sangat luas, baik apakah dalam konteks kewilayahan, dalam konteks status sosial ekonomi, maupun dalam konteks penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang punya hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas dan merata itu,” terang magister Kebijakan Pendidikan George Mason University Amerika Serikat itu.
Dalam pemaparannya, pria yang pernah belajar di Pesantren Maskumambang Jawa Timur, itu mengungkapkan bahwa pendidikan yang diraih anak laki-laki dan anak perempuan di hampir semua jenjang pendidikan memang hampir sama. Namun, pada saat menempuh pendidikan tingkat menengah jumlah perempuan justru berkurang. Dalam persentase penduduk dengan pendidikan minimal SMA, laki-laki tercatat sebanyak 42,62 persen. Sedangkan perempuan hanya berjumlah 37,60 persen.
“Untuk di (jenjang pendidikan) menengah memang ada perbedaan tingkat penyelesaian pendidikan yang pada perempuan itu masih tertinggal, hanya 37,6 persen, sementara yang laki-laki sudah 42,6 persen,” tandas Amich. []