Bogor, Gontornews – Sabtu (31/8/2024), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insantama Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menyelenggarakan sharing session penanganan anak berkebutuhan khusus (ABK). Hadir sebagai narasumber Siti Masitoh, guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Kota Bogor.
Dalam presentasi bertajuk “Pelayanan terhadap Keberagaman Peserta Didik”, Siti Masitoh yang akrab disapa Bu Imas menyebutkan, guru harus mengubah paradigma terhadap peserta didik yang berkategori ABK. “Kita beruntung diberi kesempatan untuk mendidik ABK, sebab ini jalan menuju ke surga,” ujarnya.
Menurut Bu Imas, ABK merupakan anak ciptaan Allah yang harus dididik dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Karena itu, menurutnya, guru harus membuka wawasannya terhadap ABK, harus sabar, dan tidak putus asa menangani siswa ABK.
“Hilangkan mindset negatif. ABK itu titipan Allah yang harus dididik layaknya anak yang normal,” tandas wanita kelahiran 17 Juli 1971 itu.
Merujuk UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bu Imas mengatakan ABK adalah anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, atau sosial yang memerlukan layanan pendidikan khusus.
Adapun jenis-jenis kebutuhan khusus tersebut meliputi: Pertama, kelainan fisik, yaitu gangguan pada fungsi tubuh atau organ yang menghambat kegiatan fisik anak. Kedua, kelainan emosional dan sosial. ABK menghadapi masalah dalam kontrol emosi atau dalam hubungan sosial yang dapat mempengaruhi proses belajar anak.
Ketiga, kelainan mental. ABK mengalami gangguan atau keterlambatan perkembangan intelektual yang mempengaruhi kemampuan belajar. Keempat, kelainan intelektual. “ABK memiliki keterbatasan kemampuan intelektual yang membuat anak memerlukan bantuan atau penyesuaian dalam pembelajaran,” paparnya.
Karena itu, lanjut Bu Imas, anak-anak yang tergolong ABK memerlukan pendekatan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka, seperti melalui sekolah inklusi atau sekolah luar biasa (SLB).
“SDIT Insantama Leuwiliang ini termasuk sekolah yang luar biasa karena mau menerima anak-anak yang tergolong ABK. Jika anak-anak itu bisa ditangani dengan baik, akan banyak anak-anak ABK yang masuk ke SDIT Insantama,” ujarnya yang disambut tepuk tangan para guru yang menghadiri sharing session itu.
Dia menyarankan agar sekolah menyediakan kelas khusus untuk anak-anak ABK sepekan sekali atau dua kali sepekan. Sementara pada hari-hari yang lain, mereka berbaur dalam satu kelas dengan anak-anak yang normal. Tujuannya agar anak-anak itu memperoleh perlakuan khusus sesuai dengan kebutuhannya. “Tak sedikit anak-anak ABK yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa. Jika bakat itu bisa diarahkan dan ditangani dengan baik, mereka bisa muncul sebagai juara dalam bakatnya itu,” jelasnya.
Kepala SDIT Insantama Leuwiliang Ade Mahfudin SPd.I menuturkan, saat ini di sekolah yang dipimpinnya terdapat beberapa anak yang tergolong ABK. Mereka berbaur dengan anak-anak yang lain dalam satu kelas. Tidak ada kelas khusus untuk anak-anak ABK.
“Terima kasih kepada Bu Imas yang telah berbagi pengalaman kepada guru-guru kami, semoga kami makin bisa menangani anak-anak itu,” kata Ade. []