Kolombo, Gontornews — Pemerintah Sri Lanka, Selasa (24/5/2022), berencana untuk menaikkan harga bahan bakar untuk memperbaiki keuangan publik dan memerangi krisis ekonomi. Menteri Energi Sri Lanka, Kanchana Wijesekera, mengatakan harga bahan bakar bensin akan naik 20-24 persen sementara harga solar akan naik 35-38 persen.
“Pemerintah akan mengadakan pembicaraan dengan pemangku kepentingan di sektor transportasi untuk meningkatkan biaya paralel dengan kenaikan terakhir,” kata Wijesekera dalam rapat kabinet online sebagaimana dilansir Reuters.
Para ekonom memprediksi bahwa kenaikan harga bahan bakar ini akan memicu inflasi yang berdampak pada kenaikan harga bahan makanan dan barang-barang lainnya. Hingga April, inflasi tahunan di Sri Lanka telah meningkat hingga 33,8 persen.
Sebagai informasi, Sri Lanka berada dalam situasi pergolakan krisis ekonomi yang terburuk sejak merdeka tahun 1948. Krisis yang dipicu oleh kekurangan cadangan devisa asing ini membuat keran impor terhenti. Akibatnya, pasokan bahan bakar berkurang, pasokan obat-obatan juga mengalami hambatan parah, bahkan, pemerintah terpaksa melakukan pemadaman listrik secara bergilir untuk mengatasi dampak kekurangan energi.
Lebih lanjut, Wijesekera akan segera mengeluarkan himbauan agar warga bekerja dari rumah untuk meminimalisir penggunaan bahan bakar. Akan tetapi, kebijakan hibrida ini telah membuat India mengalami peningkatan konsumsi daya.
Para ekonomi menjelaskan bahwa pilihan untuk menaikkan harga bahan bakar dan listrik diperlukan untuk menutup kesenjangan besar dalam pendapatan pemerintah Sri Lanka. Meski, kebijakan tersebut akan menyebabkan penderitaan jangka pendek bagi masyarakat.
“Masyarakat miskin akan terpengaruh oleh kebijakan ini. Solusinya adalah dengan membangun sistem transfer tunai untuk mendukung warga miskin serta meningkatkan efisiensi sebanyak mungkin,” kata Dhananath Fernando, analis dari Advocata Institute di Kolombo.
Sementara itu, Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, meminta warga bersiap memasuki periode sulit di tengah krisis ekonomi yang melanda negerinya.
“Dalam jangka pendek, kita harus menghadapi periode waktu yang bahkan lebih sulit. Ada kemungkinan bahwa inflasi akan meningkat lebih lanjut,” tutup Wickremesinghe. [Mohamad Deny Irawan]