Wuhan, Gontornews — Tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Kamis (28/1) keluar dari sebuah hotel di Wuhan yang digunakan untuk karantina selama 14 hari dan akan memulai penyelidikannya terhadap kasus virus korona pertama.
Di luar hotel, wartawan dilarang mendekati mereka, tulis dw.com dalam rilisnya.
Belum diketahui ke mana mereka akan pergi. Yang pasti, di kota itulah pertama kali ditemukan virus corona. Hampir 3.900 orang meninggal karena virus di kota itu.
Pasar hewan liar dijual sebagai makanan merupakan sumber spekulatif pandemi. Pandemi ini telah membunuh lebih dari 2 juta orang di seluruh dunia, menginfeksi lebih dari 95 juta, dan menghancurkan ekonomi global.
Beijing telah melontarkan teori yang tidak berdasar bahwa virus itu muncul di tempat lain.
Kerabat dari korban virus korona Wuhan telah meminta untuk bertemu dengan tim badan PBB itu. Namun, mereka menghadapi hambatan dari otoritas Cina.
“Ini menunjukkan bahwa (otoritas Cina) sangat gugup. Mereka takut keluarga-keluarga ini akan berhubungan dengan para ahli WHO,” kata Zhang Hai (51), yang ayahnya meninggal di awal wabah Wuhan.
Kerabat korban menuduh bahwa SARS-CoV-2 –virus di balik pandemi COVID-19 – meledak di luar kendali ketika pertama kali muncul pada Desember 2019. Ini karena Wuhan dan Pemerintah Provinsi Hubei tidak cepat merespons munculnya virus.
Awal bulan ini, panel ahli independen menyimpulkan bahwa Cina dan WHO seharusnya bertindak lebih cepat, daripada menunggu hingga 30 Januari tahun lalu untuk mengumumkan keadaan darurat kesehatan global.
“Virus bergerak dalam hitungan menit dan jam daripada hari dan pekan, terutama di dunia yang sangat mobile dan terhubung saat ini,” kata Helen Clark, mantan perdana menteri Selandia Baru dan mantan eksekutif pembangunan PBB.
Clark, bersama dengan mantan presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf dan kepala Institut Robert Koch Jerman Lothar Wieler, mengatakan perlunya perombakan sistem prosedur.
“WHO juga dibatasi oleh kurangnya dana,” kata Johnson Sirleaf. []