Jakarta, Gontornews — Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi VIII DPR RI yang antara lain membidangi keagamaan, Hidayat Nur Wahid, mendukung upaya Presiden Prabowo dalam mengembangkan ekosistem haji, di antaranya melalui rencana pembangunan kampung haji Indonesia di Mekkah.
HNW, sapaan akrabnya, menyebutkan dengan terealisasinya ide terobosan dari Presiden Prabowo yang diharapkan menjadi “sunnah hasanah” berupa dibangunnya “kampung haji Indonesia di kota suci Mekkah” yang juga bisa dipakai sepanjang tahun untuk jemaah umrah dari Indonesia, maka pengembangan ekosistem haji diharapkan bisa terwujud yang berdampak positif pada penurunan biaya perjalanan haji yang ditanggung oleh jemaah Indonesia, sehingga keinginan Presiden Prabowo agar biaya haji jemaah Indonesia bisa lebih murah dari Malaysia dapat diwujudkan.
“Selama ini, komponen biaya haji terbesar selain penerbangan, yaitu akomodasi dan konsumsi selama di Mekkah. Kalau seluruh layanan tersebut bisa diintegrasikan dan disediakan langsung oleh Pemerintah Indonesia secara efisien, maka tentu biaya yang ditanggung jemaah bisa menjadi lebih rendah. Apalagi bila masa tinggal di Mekkah dan Madinah bisa dikurangi dari 41 hari menjadi 30 hari saja. Ini yang juga selalu kami dorong di Komisi VIII saat rapat kerja dengan pihak Kemenag,” papar Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Ia menilai, dibutuhkan lobi tingkat tertinggi berkelanjutan agar komitmen awal pihak Saudi untuk mengizinkan pembangunan kampung haji Indonesia yang kabarnya sudah ada itu, benar-benar dapat terjaga dan segera terwujud agar pembangunan kampung haji di Mekkah juga bisa segera direalisasikan.
“Artinya dalam kunjungan kenegaraan terdekat ke pimpinan Kerajaan Saudi, Presiden Prabowo mementingkan untuk memastikan realisasi izin Saudi agar Pemerintah Indonesia dapat segera membangun kampung Haji di Mekkah. Hal yang akan membawa maslahat bagi kedua belah pihak,” lanjutnya.
Anggota DPR RI Fraksi PKS ini mengingatkan, jika Presiden ingin biaya haji turun bahkan lebih rendah dari Malaysia, selain efisiensi masa tinggal di Mekkah dan Madinah yang dikurangi, komponen harga tiket yang dirasionalkan, juga biaya akomodasi di kampung haji yang nanti dibebankan pada biaya perjalanan haji Indonesia harusnya jauh lebih murah daripada kalau menyewa hotel-hotel di Mekkah.
Sebab dalam konteks penerbangan, meskipun sebagian besar dilayani maskapai Tanah Air yakni Garuda Indonesia, biayanya justru tetap tinggi.
“Itu terjadi karena antara lain perusahaan Indonesia mengenakan harga kepada jemaah haji Indonesia di level yang sama dengan perusahaan Saudi. Jangan sampai soal tarif ini terjadi juga, saat nanti kampung haji selesai. Mestinya dengan mempunyai ‘kampung haji’ sendiri, tarif biayanya lebih murah daripada kalau sewa hotel di Mekkah,” ujarnya.
“Kami dalam berbagai rapat kerja dengan Kemenag juga selalu menyuarakan pentingnya penurunan biaya haji, maka kami memahami bila Presiden Prabowo masih belum puas dengan biaya haji tahun ini sekalipun sudah turun bila dibandingkan dengan biaya haji tahun lalu, karena memang masih ada berbagai komponen pembiayaan yang bisa diturunkan seperti harga tiket dan masa tinggal di Saudi,” lanjut HNW.
Menurutnya, bila Presiden Prabowo menghendaki bahkan biaya haji Indonesia lebih rendah dari biaya haji di Malaysia, maka Pemerintah perlu mendorong agar BPKH benar-benar dapat efektif dan inovatif melaksanakan amanat pengelolaan keuangan haji, sehingga menghasilkan dana manfaat yang lebih besar yang bisa menambah “subsidi” bagi para calon jemaah haji, yang pada gilirannya akan bisa mengurangi biaya haji yang dibayarkan oleh calon jemaah. Perlu juga Pemerintah mempertimbangkan pola subsidi yang diberikan oleh Kerajaan Malaysia terhadarp para calon jemaah haji Malaysia. Subsidi besar hingga 62% diberikan kepada calon jemaah haji Malaysia yang sudah mampu tapi masih dalam kategori B40, dan subsidi 55% bagi yang tidak masuk kategori B40.
Bila Indonesia ingin lebih murah dari Malaysia, maka Indonesia harus bisa mengungguli kebijakan di Malaysia, yakni dengan cara meningkatkan perolehan nilai manfaat keuangan haji yang saat ini dikelola BPKH, efisiensi harga tiket, menyegerakan perwujudan kampung haji di Mekkah, maupun subsidi melalui penghapusan pajak sebagian layanan yang menyediakan jasa terkait perhajian.
“Kami di Komisi VIII selalu menyoroti komponen biaya haji dan berulang kali memberikan masukan efisiensi. Bila itu semua bisa diwujudkan, termasuk segera disahkannya Revisi UU Haji dan Umrah, Revisi UU tentang BPKH, kesiapan penuh dari BPH (Badan Pengelola Haji) untuk mulai menjadi penyelenggara haji di musim haji tahun yang akan datang, maka kebijakan Presiden Prabowo itu bisa diwujudkan, sehingga jemaah Indonesia selain semakin ringan beban biayanya, juga bisa fokus beribadah meraih mabrur hajinya agar doanya untuk Indonesia yang baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafuur dapat dikabulkan-Nya,” pungkasnya. []