Bandung, Gontornews — Sekarang ini penggunaan Fingerprint sudah banyak dilalukan di beberapa tempat, termasuk di instansi-instansi pemerintah. Selain untuk identifikasi, Fingerprint juga dimanfaatkan untuk absen. Namun, ternyata penggunaan print finger dapat dilakukan untuk mengetahui bakat seseorang, termasuk bakat anak.
Wakil Ketua Umum Persis, Jeje Zaenudin, menjelaskan, penggunaan fingerprint sudah terjadi sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Saat itu, Kaisar Cina menggunakan cap jempolnya untuk menyetempel berbagai dokumen.Demikian juga para Kaisar Romawi menggunakan metode cap jari untuk mengidentipikasi para pelaku kejahatan.
Namun pada pada abad Modern sekarang ini para Ilmuwan berhasil menciptakan alat untuk memotret dan mencetak guratan-guratan yang terdapat bukan hanya pada telapak tangan tapi juga ujung-ujung jari tangan yang sangat halus.
“Pertama-tama alat itu hanya digunakan sebagai alat identifikasi jati diri seseorang, terutama untuk menyelidiki pelaku kejahatan, karena setiap orang terbukti beda sidik jarinya,” jelasnya.
Namun belakangan, dengan kemajuan teknologi dibidang identifikasi bentuk atau rumus dari gambar sidik jari tidak hanya dijadikan alat identifikasi jati diri seseorang, melainkan dijadikan sebagai alat penguji untuk mengenal dan menganalisa karakter, bakat dan perilaku seseorang. Sehingga muncullah apa yang disebut βFingerprint Testβ, sebagai alat mendeteksi dan menganalisa minat serta bakat seseorang.
secara harfiah, Fingerprint Test dapat diartikan Tes Sidik Jari. Yaitu sebuah metode untuk mengenali karakter, bakat dan kemampuan seseorang dengan menganalisa hasil pemotoan terhadap bentuk dan pola sidik jari seseorang.
Tes bakat melalui sidik jari merupakan pengembangan modern dari Ilmu Daktiloskopi, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu dactylos yang artinya jari jemari atau garis jemari dan scopein yang artinya mengamati.
“Sejak sekitar tigaratus tahun yang lalu, para ilmuwan mengembangkan penyelidikan tentang sidik jari dan proses pembentukannya pada diri seseorang,” tambahnya.
Sehingga lahirlah cabang ilmu Biologi yang disebut Dermatoglyphic (dari bahasa Yunani, derma berarti kulit dan glyph yaitu ukiran)
Menurut para peneliti, garis-garis sidik jari manusia berkembang pada masa bayi berusia 13 sampai 19 minggu dalam kandungan. Para ilmuwan sidik jari juga menemukan bukti bahwa sidik jari itu bersifat permanen, tidak berubah seumur hidup, dan tiap orang mempunyai bentuk atau pola sidik jari yang berbeda.
Jadi apabila di dunia saat ini ada 7 Miliyar manusia, maka sidik jari mereka berbeda-beda. Kalaupun ada kemiripan, menurut para ahli itu perbandingannya satu kemiripan dari enam koma empat Miliyar.
Pola sidik jari di setiap tangan seseorang juga akan berbeda-beda. Pola sidik jari di ibu jari akan berbeda dengan pola sidik jari di telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelinking.
Lebih jauh lagi, para peneliti menemukan fakta bahwa garis-garis dalam kulit, jari-jari tangan dan kaki, memiliki hubungan yang bersifat ilmiah dengan kode genetik dari sel otak dan potensi inteligensia seseorang atau yang sering disebut sebagai βmesin kecerdasan seseorangβ.
Maka penyelidikan lanjutannya, sidik jari dapat pula dijadikan panduan mengidentifikasi bagaimana potensi seseorang. Artinya secara ilmiyah kita bisa mengetahui bakat atau potensi kita sehingga kita bisa mengakomodasikan potensi kita untuk jenis pendidikan, keahlian, dan pekerjaan apa yang paling cocok dengan bakat kita tersebut.
Cara identifikasi bisa dilakukan secara kasat mata dengan orang yang pakar di bidangnya, atau ada juga yang menggunakan sebuah alat khusus pembaca sidik jari (finger print reader) yang dihubungkan ke sebuah komputer bersoftware khusus yang kemudian menganalisa berdasarkan titik-titik yang menjadi acuan.