Ucapan sembarang Andreas Bani Arya (38) kepada sang istri yang akan kembali ke Islam jika mendapatkan seorang anak laki-laki, rupanya dijawab oleh Allah SWT. Sejak kelahiran anak laki-lakinya itu, Bani mulai belajar Islam setahap demi setahap.
Bani lahir dari keluarga yang beragama Katholik. Pada tahun 2002, pria berparas oriental tersebut memutuskan untuk masuk Islam. Saat itu, ia masuk Islam karena mau menikah dengan Neneng Irma (36) yang kini menjadi istrinya.
“Ketika menikah, saya hanya perlu surat keterangan masuk agama Islam. Saya ikrarnya di KUA (Kantor Urusan Agama), Cengkareng, Jakarta. Jadi saat itu hanya formalitas saja,†ungkapnya kepada Gontornews.com.
Setelah bersyahadat dan khitan, Bani pun melangsungkan akad nikah sesuai dengan ajaran Islam. Pernikahan itu dikaruniai seorang putri bernama Sapta Aprilia.
Meski telah mengucapkan dua kalimat syahadat, Bani kembali mengerjakan segala kegiatan gereja Katholik yang pernah dilakukannya dulu.
Bani yang kini telah dikaruniai tiga anak mengaku sempat main ‘petak umpet’ dengan mertuanya terkait sisi keislamannya. Orangtua Bani mengetahui kalau anaknya itu masih beragama Katholik, sedangkan mertuanya percaya Bani sudah beragama Islam.
“Saya ikut berpuasa karena diajak mertua. Tapi saat lebaran saya tidak ikut shalat Ied. Saya tidur. Padahal saat itu, saya satu rumah dengan mertua,†papar Bani. Ia bersikap demikian untuk menutup kedoknya berpura-pura masuk Islam.
Di tahun kedelapan pernikahan, perubahan mendasar terjadi dalam kehidupan Bani. Kala itu, ia dikaruniai anak laki-laki yang sangat didambakannya. Anak laki-laki itu diberi nama Ganendra Aria Satya. Bani pun teringat pada ucapannya kepada sang istri.
Karena kelahiran anak keduanya itu, Bani diam-diam mempelajari Islam. Melalui bantuan situs video online, Youtube, Bani mulai belajar cara shalat yang benar. Pria kelahiran Jakarta, 30 Agustus 1978, itu tidak malu belajar shalat dari anak pertamanya.
Kini, Bani berjuang untuk bisa membaca al-Qur’an dengan baik. Meski umurnya sudah tak lagi muda, namun ia pantang menyerah. Baginya, bisa membaca al-Qur’an hingga mampu menghafalnya adalah sebuah anugerah terbesar. [Mohamad Deny Irawan/Rus]