Berlin, Gontornews — Pemerintah Jerman, Selasa (15/6/2021), melaporkan lonjakan angka kelahiran sebesar 10 persen selama pandemi. Badan Statistik Jerman mencatatkan 65.903 kelahiran sepanjang bulan Maret atau 5.900 kelahiran lebih banyak dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Angka ini juga menjadi yang tertinggi sejak 1998 ketika pemerintah Jerman mencatatkan 65.000 kelahiran.
Peningkatan angka kelahiran di Jerman terjadi selama sembilan bulan setelah gelombang pertama pandemi Covid-19 mereda pada Mei lalu. Pada saat itu pula, pemerintah Jerman mulai melonggarkan kebijakan penguncian tahap pertama.
Kantor statistik Jerman mengatakan angka kelahiran di sejumlah negara-negara Eropa seperti Spanyol, Prancis, Belgia terhitung stabil. Meskipun, negara-negara tersebut menjadi negara Eropa paling terpukul pada pandemi Covid-19 gelombang pertama. Peningkatan angka kelahiran serupa juga meningkat di Eropa bagian timur.
Berbeda dengan Eropa, sejumlah negara melaporkan penurunan angka kelahiran selama pandemi Covid-19. Cina, misalnya, melaporkan penurunan angka kelahiran sebesar 18 persen atau yang terendah sejak 1961. Pun dengan Amerika Serikat yang melaporkan penurunan angka kelahiran sebesar 4 persen atau yang terendah sejak 1979.
Sementara Jerman hanya mencatatkan penurunan angka kelahiran sebesar 0,6 persen sepanjang tahun 2020. Angka ini bahkan menanjak stabil pada bulan Januari. Fenomena ini menunjukkan bahwa penguncian (lockdown) tahap pertama berdampak pada peningkatan angka kesuburan wanita di Jerman.
Sejumlah pakar populasi Jerman menyebut penguncian tahap pertama bukanlah satu-satunya faktor yang meningkatkan angka kelahiran. Mereka menyebut kebijakan pemerintah Jerman yang membuat kebijakan ramah keluarga, menerima banyak migran dan menjamin kebutuhan hidup warga selama penguncian sebagai faktor utama peningkat angka kelahiran.
Padahal, Jerman merupakan negara ekonomi terbesar Eropa yang memiliki angka kelahiran yang rendah. Sebelumnya, Jerman memiliki norma dan kebijakan sosial konservatif yang mempersulit perempuan untuk berkeluarga dan bekerja. Akibatnya, mereka mengalami kekurangan tenaga kerja saat kelompok ‘baby boomer’ (warga kelahiran 1946-1964) pensiun.
Kanselir Jerman, Angela Merkel, lantas mengubah kebijakan tersebut. Merkel memperluas tunjangan bagi orang tua serta meningkatkan investasi dalam pengasuhan anak sejak tahun 2005. Tak hanya itu, sejak 2015, Merkel membiarkan lebih dari satu juta pengungsi muda Suriah untuk tinggal di Jerman sehingga lebih mendorong angka kelahiran lebih lanjut. [Mohamad Deny Irawan]