Sydney, Gontornews — Sebuah rancangan resolusi yang diinisiasi oleh Uni Eropa (EU) dan Australia untuk peninjauan independen terhadap asal-usul dan penyebaran virus corona telah mendapat dukungan dari 116 negara di Majelis Kesehatan Dunia.
Negara yang mendukung resolusi tersebut, antara lain, India, Jepang, Korea Selatan, kelompok Afrika dari 47 negara anggota, Rusia, Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, Inggris, dan Kanada.
Resolusi tersebut akan diajukan pada Selasa (19/5) jika didukung oleh dua pertiga dari 194 anggota majelis, badan yang mengatur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). China sangat menentang tuntutan Australia atas penyelidikan internasional terhadap pandemi COVID-19.
Nama-nama pada dokumen rancangan resolusi yang dilihat Reuters pada Senin menunjukkan dukungan dari 116 negara telah dikunci, meskipun Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menyatakan negosiasi masih berlangsung dan dia tidak ingin mendahului hasilnya.
Resolusi itu adalah “bagian penting dari percakapan yang kita mulai, dan saya sangat berterima kasih atas upaya mereka di Uni Eropa dan banyak perancang yang telah menjadi bagian dari negosiasi selama beberapa minggu terakhir,” kata dia kepada wartawan.
Resolusi itu komprehensif dan termasuk seruan untuk “pemeriksaan asal zoonosis dari virus corona”, Payne menambahkan.
Lebih dari 4,64 juta orang dilaporkan telah terinfeksi secara global dan 310.236 telah meninggal karena virus mirip flu yang muncul di China akhir tahun lalu.
Australia, yang hanya melaporkan 99 kematian akibat virus corona baru, mengatakan keinginannya untuk mencegah terulangnya pandemi yang melumpuhkan kegiatan ekonomi di seluruh dunia, bukan ingin menyalahkan.
“Saya berharap China akan berpartisipasi,” kata Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham dikutip Reuters.
Resolusi tersebut menyeru “misi lapangan ilmiah dan kolaboratif” untuk melacak jalur penularan, dengan mengatakan upaya ini akan mengurangi risiko peristiwa serupa.
Ia juga mengatakan peninjauan harus dimulai pada “saat yang tepat”. Beberapa negara masih menderita angka kematian harian yang tinggi akibat COVID-19, yang mengindikasikan terlalu dini untuk melakukan penyelidikan.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan dalam konferensi media bahwa “setelah peristiwa yang begitu penting, kita ingin melihat apa yang harus kita pelajari dari pengalaman ini”.[dj]