Saya bersyukur. Allah memberi rezeki kepada saya dari beberapa jalan lain: bukan dari pondok, bukan dari santri, bukan dari apa. Ini hadiah Allah. Ini kesyukuran kami. Saya tidak menjanjikan, kalau anak-anak nanti mau berjuang seperti saya, akan kaya juga. Saya tidak berani menjanjikan begitu. Mungkin kalian harus dicoba dulu dengan kemelaratan. Kalian akan diuji. Barangkali kalian hafal ayatnya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS al-Baqarah [2]: 155)
Ketika zaman gerilya, kami betul-betul makan gaplek. Makanan itu halal. Pak Sahal makan gaplek dengan jagung. Saya mula-mula ikut, tapi tidak tahan karena perut saya murus. Itu tidak saya teruskan. Pak Sahal terus sampai berbulan-bulan, tapi anak saya Syukri (KH Abdullah Syukri Zarkasyi—red), saya kasih gaplek betul. Itu ujian Allah seperti itu.
Cuma ketika saya berikan kepada Syukri, gaplek itu harus dibersihkan yang baik, direndam yang baik. Supaya jangan apa? Beracun. Cacing gaplek, ya itu saya hati-hati. Saya mencuci gaplek itu dengan tangan saya sendiri. Ketika itu belum ada makanan sehat yang memenuhi syarat seperti kalian sekarang.
Serba sehat seperti sekarang ini belum ada. Tapi ketika itu kami tidak kecil hati sama sekali, tidak kecil hati mengalami seperti itu. Yang ada apa? Seperti kami mempunyai simpanan yang besar, tapi belum bisa diambil. Mengerti ini? Ketika itu tidak kecil hati sebab mempunyai simpanan yang belum bisa diambil. Jadi, tidak kecil hati, maka ya jalan terus, terus sampai seperti sekarang ini.
Dalam beramal, ayat-ayatnya tadi sudah banyak yang hafal, sekarang saya keluarkan lagi ayat yang paling populer:
وَٱلْعَصْرِ
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)
Tafsirnya, segala usahamu akan gagal, kecuali kalau kamu betul-betul yakin, beriman, bekerja dengan penuh keyakinan, mau bekerja, wa’amilu, bukan akan saja. ‘Amilu itu ash-shalihat, bukan asal bekerja, tapi dengan perhitungan. Usaha mau, berusaha itu mau. Jadi, tidak akan gagal kalau mau bekerja mencari yang baik.
Mencari yang baik bagaimana? Itu masih belum selesai, tambahannya watawasau bilhaq, harus mau diingatkan, harus mau dikoreksi. Oh, itu kurang betul, betulnya begini. Harus kita terima kalau memang begitu, harus kita ubah begini. Harus kita terima kalau memang begitu, harus kita ubah begini.
Yang terakhir, watawasau bish-shabri. Harus betah. Kalau kalian berusaha, kalian harus betah. Memang ujiannya banyak, tiap-tiap ujian itu kalian harus menerima. Ini ujian, kita terima. Kita harus lulus. Ya maaf saja, saya setiap tahun, setiap bulan, sepertinya saya itu diuji. Kalau akan ada ujian pertengahan tahun umpamanya, saya itu juga seperti orang yang mau diuji.
Ya Allah, ini akan menghadapi ujian. Yang menghadapi ujian siapa? Murid, guru, saya. Mudah-mudahan tidak ada halangan apa-apa. Yang menguji baik, yang diuji pun baik. Itu artinya, ujian harus berjalan. Berjalan bagaimana? Asal diuji? Tidak! Ya betul-betul harus sebaik mungkin. []