Sao Paolo, Gontornews — Pemerintah Brazil sedang menyelidiki dugaan kasus flu burung (H5N1) pada seorang warga yang tinggal di negara bagian tenggara Espirito Santo. Pekan ini, Brazil mengonfirmasi dua kasus pertama flu burung yang menginfeksi burung liar yang terdeteksi di wilayah Espirito Santo.
Warga berusia 61 tahun itu tercatat bekerja di kebun binatang tempat tiga ekor burung liar positif Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Saat ini, warga berjenis kelamin pria ini sedang mendapatkan pantauan serta isolasi dari otoritas terkait seiring gejala flu ringan yang ia laporkan.
Sebuah laboratorium rujukan di Espirito Santo menunjukkan bahwa sampel pria dan 32 orang yang bekerja di kebun binatang tersebut belum pernah mengonfirmasi kasus influenza tipe A. Meski demikian, badan kesehatan dunia mengatakan risiko penularan H5N1 terhadap manusia rendah dan jarang terjadi.
Sejak mengonfirmasi kasus HPAI di wilayahnya, Brazil meningkatkan kewaspadaannya dan mengambil sikap ekstra hati-hati mengingat mereka adalah negara pengekspor unggas terbesar di dunia.
Penularan subtipe virus ke kawasan komersial di negara itu mempertaruhkan ekspor ayam senilai 10 miliar dolar Amerika Serikat. Pasalnya, organisasi kesehatan hewan dunia (World Organization of Animal Health/WOAH) bisa merekomendasikan pelarangan impor unggas asal Brazil andai penularan virus flu burung H5N1 meluas.
Reuters melansir, pemerintah Brazil, Senin (15/05/2023), mengonfirmasi kasua virus influenza subtipe H5N1 pada dua burung laut dari spesies Thalasseus auflavidus di negara bagian Espirito Santo di tenggara Brazil. Negara bagian Espirito Santo merupakan negara bagian penghasil telur terbesar ketiga di Brazil. Sementara penghasil unggas utama di Brazil terdapat di ujung Selatan dan Barat Tengah.
Akibat temuan ini, pemerintah juga mengintensifkan layanan pengawasan epidemiologis untuk mendeteksi potensi kasus pada hewan liar dan komersial di daerah yang dekat dengan tempat kasus terkonfirmasi. Pada saat yang bersamaan, Kementerian Pertanian Brazil memastikan bahwa temuan kasus ini tidak mempengaruhi status Brazil sebagai negara bebas HPAI. [Mohamad Deny Irawan]