Khartoum, Gontornews — Para pemimpin protes Sudan telah “sepenuhnya” menolak tawaran militer untuk dimulainya kembali perundingan. Ini setelah jumlah korban tewas sejak pembubaran kamp protes dengan kekerasan melonjak menjadi 101 orang.
Korban meningkat pada hari Rabu setelah kelompok dokter yang bersekutu dengan gerakan protes mengatakan 40 mayat ditarik dari Sungai Nil dan dibawa ke lokasi yang tidak diketahui oleh Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter.
Komite Sentral Dokter Sudan mengatakan mayat-mayat itu diambil dari sungai pada hari Selasa, sehari setelah pasukan keamanan menyerbu tempat aksi duduk selama berminggu-minggu di luar markas militer di ibukota, Khartoum.
“Sampai saat ini, jumlah total korban tewas yang telah dicatat oleh dokter 101 orang,” katanya.
Tidak ada angka korban resmi yang dirilis.
Serangan pada hari Senin menandai momen penting dalam perjuangan selama berminggu-minggu antara dewan militer yang kuat dan kelompok-kelompok oposisi mengenai siapa yang harus memimpin transisi Sudan ke demokrasi setelah pengusiran Presiden Omar al-Bashir pada bulan April.
Segera setelah penumpasan itu, dewan militer membatalkan semua perjanjian yang telah dicapai dengan oposisi. Tapi pada hari Rabu itu mereka ingin dialog kembali di tengah meningkatnya kritik internasional terhadap kekerasan.
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala dewan militer, mengatakan badan itu siap untuk melanjutkan negosiasi dengan para pemimpin di balik protes jalanan yang sudah berjalan berbulan-bulan itu.
“Kami di dewan militer mengulurkan tangan kami untuk negosiasi tanpa syarat kecuali kepentingan tanah air,” katanya di televisi pemerintah.
Tetapi aliansi para pemrotes dan kelompok oposisi Sudan menolak tawaran itu, dengan mengatakan militer tidak dapat dipercaya.
“Hari ini dewan mengundang kami untuk berdialog dan pada saat yang sama itu menimbulkan ketakutan pada warga di jalanan,” kata Madani Abbas Madani, pemimpin aliansi Kebebasan dan Perubahan, mengatakan kepada kantor berita Reuters. [RM]