Depok, Gontornews — Jika orangtua mengharapkan kelebihan dan kesuksesan pada masa depan anaknya, maka orangtua pun harus berusaha lebih keras dalam mendoakan dan mendidik anak-anaknya. Termasuk diantaranya adalah dengan melakukan tirakat yang lebih daripada kebanyakan orang.
Dr Suraji menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tirakat di sini bukan sekedar meninggalkan tidur sebagaimana dipahami oleh banyak orang. Tirakat disini adalah meninggalkan hawa nafsu dengan mendekatkan diri kepada Allah.
“Caranya adalah melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya, menambah dengan amalan-amalan sunnah, dan meninggalkan yang makruh dan yang haram,” terang sang doktor sebagaimana dikutip dalam bukunya berjudul, Keluarga Pembelajar.
Di antara contohnya kisah Sayid Husain Thabathaba’i yang dalam usia lima tahun sudah berhasil menghafal al-Qur’an tiga puluh juz. Padahal ia orang Persia, bukan orang Arab. Dalam usia tujuh tahun, Sayid Husain bahkan sudah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari berbagai perguruan tinggi di luar negeri.
Apa rahasianya? Ternyata di antara tirakat yang dilakukan oleh ibunya saat mengandung Sayid Husain, ibunya selalu membaca ayat-ayat suci al-Qur’an minimal dua juz dalam sehari. Dan saat hendak menyusuinya ibunya berwudhu terlebih dahulu. “Nah, itulah bentuk tirakat ibu Sayid Husain Thabathaba’i hingga putranya hafal al-Qur’an dalam usia masih kecil,” jelas doktor kelahiran Semarang, 9 Oktober 1976 tersebut.
Maka dari itu, jika kita ingin memiliki anak ahli Qur’an, maka perbanyaklah membaca al-Qur’an. Jika ingin anaknya ahli puasa, maka perbanyaklah berpuasa. Jika ingin anaknya ahli ilmu, maka perbanyaklah muthala’ah kitab. Jika ingin anaknya menjadi ahli ibadah, perbanyaklah ibadah seperti qiyamul lail, i’tikaf, dan sebagainya.
Akan tetapi, jika orangtuanya hanya bersenang-senang tidak mau memperbanyak ibadah, maka amatlah sulit anaknya menjadi anak yang hebat.
Orangtua pada zaman dahulu menidurkan anak dengan membaca shalawat, sedangkan orangtua sekarang sering menidurkan anak dengan menyanyikan lagu, Nina Bobo, mengajaknya jalan-jalan dengan sepeda motor, dan sebagainya. Sepertinya hasilnya sama, anak menjadi tertidur, namun cara yang berbeda itu tentunya akan berpengaruh pada kepribadian anak.
Maka, selayaknya orangtua terus memohon kepada Allah agar anak-anaknya menjadi shalih dan shalihah. Berusaha menggapai ridha Illahi semaksimal mungkin, dengan tak lupa berbuat maksimal dalam pendidikan dan pengasuhan anak-anak mereka.
Sebab Allah sangat mencintai hamba-Nya yang gemar mengangkat kedua tangannya ke langit, bermunajat sepenuh hati, dan menyerahkan segala permintaannya hanya kepada Sang Maha Kuasa dan Sang Maha Pemberi.
Orangtua hanyalah manusia biasa, makhluk lemah yang tidak memiliki daya dan kekuatan untuk menghadapi takdir yang diberikan oleh Allah. Karenanya, jangan sekali-kali merasa memiliki kemampuan untuk menshalihkan dan mensukseskan anak.
Bahkan, seandainya Anda seorang guru yang berhasil mendidik ratusan atau ribuan murid sehingga mereka menjadi orang yang cerdas dan shalih sekalipun, Anda tidak boleh merasa bahwa diri Anda memiliki kemampuan untuk mendidik anak Anda. Mengapa? Karena pada hakikatnya seseorang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan petunjuk. [Edithya Miranti]