Jakarta, Gontornews — Bertempat di hotel Artotel Suites Mangkuluhur dan Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Ikatan Alumni UIN (IKALUIN) Jakarta melalui kerjasama dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag RI) telah menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema “Penguatan Ekosistem Ekonomi Haji Indonesia” pada Kamis (10/11/2022).
Sejumlah narasumber yang hadir mengisi FGD ini antara lain Dr H TB. Ace Hasan Syadzily M.Si Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Karno, Prof Dr Hilman Latief Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI dan Prof. Dr. Hj. Euis Amalia M.Ag Wakil Ketua Umum IKALUIN dan Dewan Pakar ADESY.
Di awal paparannya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily menjelaskan tentang peran DPR RI dalam mempersiapkan regulasi yang memastikan bahwa pelaksanaan haji dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari keseriusan DPR RI dalam merumuskan UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) dan UU No. 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU PKH).
Menurutnya, sebelum saat ini UU tentang haji telah mengalami beberapa kali perubahan. Mulai dari UU No. 17 tahun 1999, lalu direvisi menjadi UU No. 13 tahun 2008 dan direvisi lagi menjadi UU No. 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Lanjut Kang Ace menjelaskan, mengacu pada UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah ada potensi pengembangan ekosistem ekonomi haji seperti dari pelayanan transportasi, akomodasi dan konsumsi.
UU No. 8 Tahun 2019 Pasal 107 dan 108 juga mengatur bahwa pemerintah harus melakukan koordinasi antar kementerian, kepala daerah dan pihak Arab Saudi dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. “Ini harus jadi komitmen bersama. Mendorong koordinasi Kemenag dengan kementerian terkait lainya. Agar ekosistem haji mengoptimalkan produk-produk dalam negeri,” katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI Prof Hilman Latief yang menceritakan pengalamannya pada Maret 2022, saat bersama jajarannya meninjau beberapa dapur katering di Arab Saudi. “Sulit sekali membaca tulisan (made in) Indonesia. Mulai beras, ada Rojo Lele Thailand, Pandan Wangi Singapura dan Malaysia. Kita hanya kebagian merk nya saja, buy nya lewat. Ada satu-satunya produk Indonesia, yaitu kerupuk udang Sidoarjo,” terang Hilman di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Menurutnya, fakta ini merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia karena dua hal. Pertama, market ekonominya sangat terbuka. Tahun 2019, ada satu juta orang melaksanakan umrah. Sedangkan kuota jamaah haji Indonesia pada kondisi normal mencapai 200 ribu per tahun. Apalagi tiap penyelenggaraan haji dan umrah, jamaah biasanya makan makanan Indonesia. “Untuk bumbu saja, kebutuhannya ratusan ton. Ini market yang terbuka,” jelasnya.
Kedua, haji bukan hanya untuk ritual. Mengutip ayat 27 dan 28 Surat Al-Hajj, Hilman menjelaskan manfaat haji mencakup spiritual, sosial persaudaraan, dan ekonomi. Namun pesan liyashadu manafia lahum pada ayat ke 28 surat Al-Hajj nampaknya belum mendapatkan perhatian lebih, utamanya pada aspek ekonomi. “Sekarang Thailand, Vietnam, dan China justru sudah bergerak ke arah manfaat ekonomi. Kita mungkin belum punya awareness tentang itu. Walaupun sudah ada, kita belum punya ekosistem yang baik untuk menopang,” tandasnya.
Sementara itu Pimpinan Baznas RI Rizaludin Kurniawan dalam paparan materinya menyampaikan Indonesia merupakan negara dengan jumlah jamaah haji terbanyak dibanding negara lainnya. Pada tahun 2022 misalnya Indonesia mendapatkan kuota sebanyak 100.051 jamaah haji. Namun demikian pelaksanaan ibadah haji bagi jamaah Indonesia kebanyakan mengambil haji tamattu’ sehingga timbul kewajiban membayar dam berupa kambing bagi yang mampu.
“Jamaah haji Indonesia diperkirakan 100 % tamattu, sehingga diwajibkan membayar sembelihan dam atau puasa dan 99% jamaah haji Indonesia diperkirakan membayar sembelihan dam,” jelasnya dalam Forum Group Discussion (FGD) “Penguatan Ekosistem Ekonomi Haji Indonesia” di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta (12/11/2022).
Terkait pembayaran dam, Rizaludin menjelaskan, Pemerintah Arab Saudi membuat edaran bahwa dam harus dibayar melalui Lembaga resmi yang ditunjuk yaitu: IsDB, Bank Al Rajhi, Pos Arab Saudi, dan web Addahi dengan harga resmi Addahi (IsDB) tahun 2022 seharga 809 Real (Rp 3,2 juta).
Sedangkan harga pasar non Addahi sekitar 300–600 real dan jamaah haji Indonesia mayoritas membayar dam melalui pasar non Addahi. “Dari hasil pertemuan dengan kepala supervisor Addahi tahun 2022 jamaah haji Indonesia yang membayar lewat Addahi hanya 7 kupon (orang) yang terdata, di luar itu menurut hasil temuan kita ada data jamaah haji Indonesia yang mentransfer langsung lewat Bank Al Rajhi dan Pos Arab Saudi tanpa menyertakan data lengkap,” jelasnya.
Menurutnya, dam, qurban dan sedekah yang dibayar oleh jamaah haji Indonesia di tanah suci, memiliki potensi luar biasa jika dikelola. Pertama, dam jika asumsinya 97% (97 ribu orang) jamaah haji Indonesia yang membayar dam lewat pasar non Addahi rata-rata 450 real, maka akan ada transaksi pembayaran dam sekitar 43 juta real atau RP. 174,6 Miliar, setara 97 ribu kambing (97% x 100.000 org x 450 real x Rp 4.000).
Kedua, kurban jika asumsinya adalah 97 ribu kambing diolah menjadi produk makanan kemasan berupa kornet, sosis atau rendang dengan rincian tiap kambing menghasilkan 5 kaleng olahan daging siap saji, maka akan ada 485 ribu kaleng/kemasan daging siap saji yang bisa didistribusikan ke seluruh Indonesia untuk menopang permasalahan gizi buruk dan cadangan pangan bencana.
Ketiga, sedekah jika jamaah haji Indonesia memberikan sedekah sebanyak 5 Real per hari selama 40 hari maka akan ada uang sedekah yang terkumpul dari jamaah haji sebanyak 19,4 juta real atau setara Rp 77, 6 miliar (97.000 x 5 x 40 x Rp 4.000). Lebih lanjut Rizaludin menjelaskan, selain menerima zakat, Baznas atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya (DSKL).
Dana sosial keagamaan dalam Islam yang meliputi antara lain harta nazar, harta amanah atau titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris, kurban, kafarat, fidyah, hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi peradilan di pengadilan agama.
Meski PERBAZNAS tidak menyebut secara eksplisit kata dam, namun karena sifatnya yang didasari oleh perintah agama dan diperuntukan bagi kepentingan sosial, maka secara analogi dam termasuk dalam kategori DSKL.
“Baznas memiliki pengalaman dalam mengelola hewan kurban, mulai dari hulu (peternakan) sampai ke hilir (pemotongan dan pengelolaan). Kurban dan dam haji tamattu dari jamaah asal Indonesia menjadi peluang bagi Baznas untuk mengelolanya,” ujarnya. []