Berlin, Gontornews– Perempuan di Jerman mulai khawatir dengan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang ayah biologis. Perempuan bisa dipaksa untuk mengungkapkan nama-nama ayah biologis dari anak-anak yang mereka lahirkan yang akan diatur dalam undang-undang yang baru diusulkan.
Menteri Kehakiman Jerman Heiko Maas mengaku bahwa aturan tersebut akan diajukan kepada Angela Merkel pada sidang kabinet (30/8). Peraturan ini diharapkan akan menjadi solusi yang lebih mudah untuk menyelesaikan beberapa gugatan di pengadilan, terkait siapa yang bertanggung jawab atas pemberian tunjangan anak.
“Kita perlu menawarkan perlindungan yang lebih untuk mencari jalan siapa ayah yang sah secara hukum,” kata Maas seperti dilansir dalam laman gulfnews, (29/8).
Undang-undang ini diusulkan untuk menghilagkan kontroversial bahwa “ayah pura-pura” bisa merebut kembali anak dari ayah biologisnya. Dalam draft yang dirilis kementerian kehakiman, setiap perempuan diwajibkan untuk menghadirkan pria pada saat pembuahan atas permintaan mitra yang membayar tunjangan anak.
Undang-undang baru ini juga dilatarbelakangi kasus pada tahun 2015 di mana pengadilan tertinggi negara itu meminta pemerintah untuk memperkuat hak-hak “ayah palsu”.
Dalam kasus ini, ada seorang pria menggugat istrinya karena mengaku bukan ayah biologis dari anak mereka. Pasangan ini telah menikah ketika hamil. Setelah anaknya lahir, suami melaporkan istrinya ke pengadilan untuk mengungkapkan nama mantan kekasihnya.
Sang istri pun mengajukan banding ke mahkamah konstitusi. Dalam persidangan tersebut, hakim memutuskan bahwa istri tidak ada kewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut. Hakim MK juga mengatakan bahwa undang-undang baru tentang masalah ini masih dibutuhkan adanya.
Hal ini mengingat ada sebuah laporan studi di Jerman yang mengungkapkan bahwa jumlah anak-anak yang tumbuh dengan ayah biologis palsu meningkat sebanyak 10 persen. Keberadaan mereka tentu memiliki potensi konfik kekuarga yang tak bisa dibiarkan.
Sementara itu, pada bulan April lalu, pengadilan Jerman juga memutuskan bahwa anak-anak tidak bisa memaksa orangtua yang menjadi ayah biologis mereka untuk menjalani tes DNA. Mereka hanya dapat mewajibkan ayah hukum mereka untuk menjalani tes. [Ahmad Muhajir/DJ]