New Delhi, Gontornews — Pemimpin oposisi India, Rahul Gandhi, menyerukan penguncian nasional karena penghitungan infeksi Covid-19 mencapai 20 juta kasus. Jumlah kasus ini sekaligus menjadi kasus Covid-19 tertinggi dunia kedua setelah Amerika Serikat.
Gelombang kedua infeksi Covid-19 di India lebih mengerikan ketimbang gelombang pertama. Jika pada periode pertama, India membutuhkan waktu 10 bulan untuk mencapai 10 juta kasus, maka pada gelombang kedua ‘hanya’ membutuhkan 4 bulan untuk mencapai 10 juta kasus. Hingga saat ini, India mengonfirmasi 3,45 juta kasus aktif Covid-19.
Pada Selasa (4/3/2021), India melaporkan penambahan 357.229 kasus dan 3.449 kasus kematian dalam 24 jam terakhir. Dengan demikian, India telah melaporkan total 222.408 kasus kematian akibat Covid-19 pada gelombang kedua ini. Pakar medis India memprediksi bahwa angka sebenarnya bisa mencapai lima hingga sepuluh kali lipat dari kasus terlapor.
“Satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran Covid-19 hari ini adalah penguncian penuh. Lambannya langkah pemerintah telah membunuh banyak orang yang tidak bersalah,” kata Gandhi dalam akun Twitter yang dilansir Reuters.
Pemerintah India enggan memberlakukan penguncian penuh karena jatuhnya ekonomi dalam negeri. Meski demikian, beberapa negara bagian telah memberlakukan pembatasan sosial secara ketat demi menekan angka penularan Covid-19.
“Apa yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir adalah bahwa baik Pusat maupun negara bagian sangat tidak siap untuk gelombang kedua,” kata editorial Times of India.
Lonjakan kasus ini terjadi seiring dengan penurunan drastis dalam kampanye vaksinasi terutama dalam masalah pasokan dan pengiriman. Negara bagian seperti Maharashtra mengalami kelangkaan vaksin dan terpaksa menutup beberapa pusat vaksinasinya.
Sementara negara bagian Gujarat terpaksa melakukan pembatasan kampanye vaksinasi untuk kelompok usia 18-44 tahun saja. Pun dengan negara bagian Odisha yang menghentikan program vaksinasi bagi 11 dari 30 distrik. Umumnya, negara bagian terkait mengeluhkan kekurangan sumber daya. [Mohamad Deny Irawan]